A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Undang-undang
1. Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Di Indonesia
Dengan
memperhatikan keadaan hukum kerja di zaman prakemerdekaan, tentunya
dapat diperkirakan bagaimana riwayat kesehatan kerja ini. Perbudakan,
perhambaan, rodi, dan poenale sanksi yang mewarnai hubungan kerja di
zaman itu menunjukkan pula kurangnya perhatian pemerintah Hindia Belanda
akan kesehatan kerja. Hal yang dicari pada saat itu adalah
pengeksplotasian tenaga kerja secara penuh demi kepentingan pihak
penjajah, sedangkan kepentingan tenaga kerja tidak diperhatikan sama
sekali.
Zaman Perbudakan
Zaman
perbudakan ini secara legistis yaitu menurut peraturan perundangan
dinyatakan berakhir pada tanggal 31 Desember 1921. Jika dibandingkan
dengan Negara lain, berkat aturan adat yang dijiwai oleh kepribadian
bangsa, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab para budak agak lumayan
kedudukannya.
Regerings
Reglement (RR) tahun 1818 (semacam Undang-undang Dasar Hindia Belanda)
pada pasal 115 memerintahkan supaya diadakan peraturan.
43
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan
Kerja, (Jakarta : Raja Grafindo), 2007 hlm. 80 44 Prof. Iman Supomo,SH, “
Hukum Perburuhan Bidang…….”Universitas Sumatera Utara
Perturan
mengenai perlakuan terhadap keluarga budak. Peraturan pelaksananya
dimuat dalam Staatsblad 1825 No.44 ditetapkan bahwa :
1.
Harus dijaga agar anggota-anggota keluarga budak bertempat tinggal
bersama-sama, maksudnya seorang budak yang telah berkeluarga tidak boleh
dipisahkan dari istri dan anaknya.
2. Para pemilik diwajibkan bertindak baik terhadap para budak mereka.
3.
Penganiayaan seorang budak diancam dengan pidana berupa denda antara
Rp.10,00 dan Rp.500,00 dan pidana lain yang dijatuhkan oleh pengadilan
untuk penganiayaan biasa.
Usaha
dari pihak tidak resmi seperti dari “Javaans Menschlievend
Genootschaap” yaitu nama baru bagi “Java Benevolent Institution” dari
zaman pemerintahan Thomas Stamford Raffles antara tahun 1818 dan 1824
mencoba untuk menghapuskan perbudakan tetapi tidak membawa hasil.
Terjadi pertentangan pendapat yang menyatakan bahwa penghapusan budak
merupakan pelanggaran besar terhadap hak para pemilik budak dan disisi
lain berpendapat bahwa kezaliman lebih besar apabila merendahkan manusia
menjadi barang milik.
Baru
pada tahun 1854 dalam Regeringsreglement 1854 pasal 115 sampai 117
kemudian menjadi pasal-pasal 169 sampai 171 Indische Staatsregeling
1926, dengan tegas ditetapkan penghapusan perbudakan. Pasal 115
menetapkan paling lambat 1 Januari 1860 perbudakan di seluruh Indonesia
dihapuskan dan selnjutnya memerintahkan supaya diadakan
peraturan-peraturan persiapan dan pelaksanaan tentang penghapusan dan
ganti rugi sebagai akibat penghapusan.
Zaman Rodi
Zaman
rodi atau kerja paksa ini berlaku bersamaan dengan zaman perbudakan dan
berakhir resminya di Jawa dan Madura pada tanggal 1 Februari 1938,
kecuali di tanah partikelir yang baru dihapuskan pada tahun 1946 oleh
Coamacab (Commando Officer Allied Military Administration, Civil Affairs
Branch) dalam Noodverordening Particuliere Landrijen 1946 Java en
Madura.
Kesehatan
kerja bagi pekerja rodi lebih diperuntukkan pada kekhawatiran kehabisan
jumlah pekerja paksa, bukan karena prikemanusiaan. Kesehatan kerja pada
bidang rodi ini lebih terletak pada pembatasan jam kerja. Misalnya hanya
boleh sehari seminggu dan paling banyak 52 hari dalam setahun dan
seharinya tidak boleh lebih dari 12 jam kerja rodi. Jarak antara rumah
dan tempat kerja juga diperhatikan. Tetapi hal ini pun dilanggar oleh
pihak yang berkepentingan karena kurangnya pengawasan. Penghapusan rodi
dilakukan dengan membayar uang pembebasan atau tebusan kepada Pemerintah
dan bersamaan dengan itu gaji pegawai dinaikkan dengan uang pembebasan
itu.
( Prof. Iman Supomo,SH, Pengantar Hukum Perburuhan (edisi revisi), (Jakarta : Djambatan), 2003
Universitas Sumatera Utara)
Poenale Sanksi
Zaman
poenale sanksi meliputi antara tahun 1872 dan 1879 serta antara masa
1880 dan 1941, berakhir pada tanggal 1 Januari 1942. Kedudukan
buruh/pekerja dalam hubungannya dengan majikan ditetapkan sebagai
berikut :
1.
buruh tidak boleh meninggalkan perusahaan, tanpa izin tertulis dari
pengusaha, administrasi atau pegawai yang diberi wewenang untuk itu.
Apabila hal itu tetap dilakukan maka buruh dikenai tindak pidana yang
disebut melarikan diri. Hukuman untuk itu adalah denda atau kerja dengan
makan tanpa upah, biasanya disebut “krakal” selama-lamanya 1 bulan.
2. buruh wajib secara teratur melakukan pekerjaannya.
3.
jika buruh meninggalkan perusahaan, ia wajib selalu membwa dan atas
permintaan yang berwajib memperhatikan kartu keterangan yang memuat
identitas buruh dan lamanya hubungan kerja.
4.
jika buruh dalam masa hubungan kerja diadili atau menjalani pidana,
maka sesudahnya atas biaya perusahaan ia dapat di bawa kembali ke
perusahaan. Demikian pula jika buruh setelah menjalani istirahat, sakit
dan sebagainya jika tidak kembali lagi ke perusahaan maka dapat
dipanggil kembali.
5. dilarang memberi pemondokan kepada seorang buruh yang tidak dapat membuktikan kebebasannya dari kewajiban bekerja.
6. dalam keadaan bagaimanapun, buruh tidak dapat memutuskan hubungan kerjanya secara sepihak.
Dalam
lembaga poenale sanksi yang menyerahkan pribadi buruh sepenuhnya kepada
wewenang perusahaan / majikan tidak dapat diharapkan adanya
perlindungan buruh. Satu-satunya jalan untuk memberikan perlindungan
bagi buruh itu pda kedudukan manusia social adalah penghapusan poenale
sanksi yang terjadi pada tangga 1 Januari 1942.
( Prof. Iman Supomo,SH, Pengantar Hukum Perburuhan (edisi revisi), (Jakarta : Djambatan), 2003
Universitas Sumatera Utara)
Zaman Modern
Kesehatan kerja di Indonesia dimulai pada dasawarsa ketiga abad XX. Kesehatan kerja pertama kali diatur dalam :
1.
Maatregelen ter Beperking van de Kindearrbied en de Nachtarbeid van de
Vroewen, yang biasanya disingkat Maatregelen, yaitu peraturan tentang
pembatsan pekerjaan anak dan wanita pada malam hari, yang dikeluarkan
dengan Ordonantie No. 647 Tahun 1925, mulai berlaku tanggal 1 Maret
1926.
2.
Bepalingen Betreffende de Arbeit van Kinderen en Jeugdige Persoonen ann
Boord van Scepen, biasanya disingkat ‘Bepalingen Betreffende’, yaitu
peraturan tentang pekerjaan anak dan orang muda di kapal, yang
diberlakukan dengan Ordonantie No. 87 tahun 1926, mulai berlaku 1 Mei
1926.
Selain
Maatregelen dan Bepalingen Betreffende, peraturan lain yang
dikwalifikasi sebagai peraturan kesehatan kerja, yang dikeluarkan oleh
pemerintah Hindia Belanda adalah :
1. Mijn Politie Reglement, Stb No. 341 tahun 1931 (peraturan tentang pengawasan di tambang).
2. Voorschriften omtrent de dienst en rushtijden van bestuur der an motorrijtuigen (tentang waktu
kerja dan waktu mengaso bagi pengemudi kendaraan bermotor).
3. Riauw Panglongregeling (tentang panglong di Riau)
4. Panglongkeur Soematra Oostkust (tentang panglong di Sumatera Timur).
(
Prof. Iman Supomo,SH, Pengantar Hukum Perburuhan (edisi revisi), (Jakarta : Djambatan), 2003
Universitas Sumatera Utara)
5. Aanvullende Plantersregeling (peraturan perburuhan di perusahaan perkebunan).
6. Arbeidsregeling nijverheidsberijvn (peraturan perburuhan di perusahaan perindustrian).
Di
Indonesia secara historis peraturan keselamatan dan kesehatan kerja
telah ada sejak pemerintahan Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan dan
diberlakukannya Undang-undang Dasar 1945, maka beberapa peraturan
termasuk peraturan keselamatan kerja yang pada saat itu berlaku yaitu
Veiligheids Reglement telah dicabut dan diganti dengan Undag-undang Keselamatan Kerja No.1 Tahun 1970
Setelah
kemerdekaan pula yang pertama-tama menjadi perhatian pemerintah adalah
masalah kesehatan kerja. Sewaktu Imdonesia masih berbentuk serikat
beribukota di Yogyakarta pada tannga 20 April 1948 mengundangkan
Undang-undang No.12 Tahun 1948 tentang kerja.
Setelah Indonesia
berbentuk Negara kesatuan UU No.12 tahun 1948 ini di berlakukan ke
seluruh wilayah Indonesia dengan UU No.2 Tahun 1951. Undang-undang pokok
kerja ini mamuat aturan dasar mengenai :
1. Pekerjaan anak
2. Pekerjaan orang muda
3. Pekerjaan wanita
4. Waktu kerja, istirahat, dan mengaso
(Departemen Tenaga Kerja, Op.Cit, BAB II, hlm.42 54 Zaeni Asyhadie,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm.83
Universitas Sumatera Utara)
5.
Tempat kerja dan perumahan buruh, untuk semua pekerjaan tidak
membeda-bedakan tempatnya, misalnya di bengkel, di pabrik, di rumah
sakit, di perusahaan pertanian, perhubungan, pertambangan, dan
lain-lain.
Undang-undang
No.12 Tahun 1948 merupakan undang-undang pokok sehingga memerlukan
peraturan pelaksana yang lebih rinci. Mengingat keadaaan Indonesia yang
masih di awal kemerdekaan, maka peraturan pelaksana dibuat secara
bertahap. Peraturan pelaksana yang sempat dikeluarkan pada masa itu
adalah :
1. Peraturan
pemerintah No.3 Tahun 1950 yang memberlakukan aturan waktu kerja,
istirahat, dan mengaso serta mengatur tata cara pengusaha untuk dapat
mengadakan penyimpangan dari waktu kerja.
2. Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 1954 yang mengatur tentang berlakunya ketentuan cuti tahunan bagi pekerja/buruh.
Berbeda
dengan undang-undang pokok lainnya, undang-undang kerja mempunyai
ketentuan bahwa semua ketentuan yang ada hanya akan berlaku jika ada
peraturan pelaksananya. Sampai saat undang-undang kerja dicabut dan
digantikan dengan Undng-undang No.13 Tahun 2003, peraturan pelaksana
yang baru keluar hanya kedua peraturan tersebut. Maka hanya kedua aturan
undang-undang kerja itu yang sempat berlaku.
Ruang Lingkup Keselamatan Kerja
Keselamatan
kerja termasuk dalam perlindungan teknis, yaitu perlindungan terhadap
pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh alat
kerja atau bahan yang dikerjakan. Keselamatan kerja tidak hanya
memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi juga kepada
pengusaha dan pemerintah :
a.
Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan
menimbulkan suasana kerja yang tenteram sehingga pekerja/buruh akan
dapat memusatkan perhatiannya pada pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa
khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja.
b.
Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di perusahaannya
akan dpat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan
pengusaha harus memberikan jaminan social.
c.
Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya
peraturan keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk
menyejahterakan masyarakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi
perusahaan baik kualitas maupun kuantitasnya.
Untuk
mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, maka pemerintah telah
melakukan upaya pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan. Dalam
pengertian pembinaan norma ini sudah mencakup pengertian pembentukan,
penerapan dan pengawasan norma itu sendiri.
Ditinjau
dari segi keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai
ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan
kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja
(
Zaeni Asyhadie,SH.,M.Hum, Op.Cit, hlm.94-95 58 Lalu Husni,SH.,M.Hum,
Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta : Rajawali Press)
Tempat kerja adalah setiap tempat yang di dalamnya terdapat 3 (tiga) unsur, yaitu :
a. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun social.
b. Adanya sumber bahaya.
c. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus menerus maupun hanya sewaktu-waktu.
Undang-undang
No.1 Tahun 1970 menetukan bahwa tempat-tempat yang dimaksud dengan
tempat kerja adalah tempat-tempat di darat, di dalam tanah, di permukaan
air, di dalam air maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan
hukum Indonesia, dimana :
a.
dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat,
perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan
kecelakaan atau peledakan;
b.
dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau
disimpan atau bahan yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit,
beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c.
dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan
perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau
dimana dilakukan pekerjaan persiapan.
d.
dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan
hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan
dan lapangan kesehatan;
e.
dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau
bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau minieral lainnya,
baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
f.
dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di darat,
melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara;
g. dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok stasiun atau gudang;
h. dilakukan penyelamatan, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan;
j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k.
dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,
terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau
terpelanting;
l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m.
terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, suhu, kotoran, api, asap, uap,
gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o. dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau telepon;
p.
dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset
(penelitian) yang menggunakan alat teknis; Universitas Sumatera Utara
q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
r.
diputar film, pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan reaksi lainnya
yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
Pasal
3 Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menentukan
bahwa syarat-syarat keselamatan kerja yang harus diperhatikan oleh
pengusaha akan diatur lebih lanjut. Namun, peraturan perundangan yang
dimaksudkan sampai sekarang belum ada. Peraturan perundangan warisan
Hindia Belanda masih dapat dijadikan pedoman syarat-syarat keselamatan
kerja, yaitu :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
Untuk
mencegah atau mengurangi kecelakaan ini banyak sekali upaya yang dapat
dilakukan oleh pengusaha. Dalam Veiligheidregelement (Peraturan Keamanan
Kerja), antara lain dinyatakan bahwa agar peralatan pabrik tidak atau
kurang menimbulkan bahaya, maka :
1) Ban penggerak, rantai, dan tali yang berat harus diberikan alat penadah, jika putus tidak akan menimbulkan bahaya.
2)
Mesin-mesin harus terpelihara dengan baik, mesin yang berputar harus
diberikan penutup agar jangan saampai beterbangan jika kurang tahan
dalam putaran yang keras.
3)
Ban penggerak, rantai, atau tali yang dilepaskan harus tergantung, maka
gantungan itu harus dibuat sedemikian rupa agar tidak menyentuh ban
penggerak.
4) Harus tersedia alat pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).
b.
Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, yang dapat dilakukan
dengan menyediakan alat-alat pemadam kebakaran, memberikan kesempatan
atau jalan menyelamatkan diri bagi pekerja/buruh jika terjadi kebakaran,
dan memberikan alat perlindungan lainnya untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya kebakaran.
c.
Mencegah atau mengurangi bahaya peledakan. Peledakan biasanya sering
terjadi pada perusahaan-perusahaan yang mengerjakan bahan-bahan yang
mudah meledak. Perusahaan-perusahaan yang demikian pada setiap ruangan
kerja haruslah disediakan sekurang-kurangnya satu pintu yang cepat
terbuka untuk keluar. Bahan-bahan yang akan dikerjakan di ruang kerja
tidak boleh melebihi jumlah yang seharusnya dikerjakan. Harus pula
dipasang alat-alat kerja yang menjamin pemakaiannya akan aman dari
bahaya peledakan.
d.
Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai, menyelenggarakan suhu udara
yang baik, memelihara ketertiban dan kebersihan, mengamankan dan
memelihara bangunan.
e. Mencegah agar jangan sampai terkena aliran listrik yang berbahaya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) bagian alat listrik yang mempunyai tegangan minimal 250 volt haruslah tertutup.
2) Sambungan-sambungan kabel listrik harus diberikan pengaman.
3)
Bangunan-bangunan yang diatasnya terbentang kawat listrik harus
diperiksa sewaktu-waktu dan jika perlu diberikan pembungkus (isolasi)
agar terhindar dari tegangan.
Peraturan Menteri Perburuhan pada pasal 2 menetapkan bahwa setiap bangunan perusahaan harus memenuhi syarat-syarat untuk :
a. Menghindarkan kemungkinan bahaya kebakaran dan kecelakaan.
b. Menghindarkan kemungkinan bahaya keracunan, penularan penyakit atau timbulnya penyakit kerja.
c. Memajukan kebersihan dan ketertiban.
d. Terdapat penerangan yang cukup dan memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan.
e. Mendapat suhu yang layak dan peredaran udara yang cukup.
f. Menghindarkan gangguan debu, gas, uap dan bauan yang tidak menyenangkan.
Keselamatan
kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang terjadi
di tempat kerja atau dikenal dengan kecelakaan industri. Kecelakaan
industri ini dapat diartikan : suatu kejadian yang tidak diduga semula
dan tidak dikendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur
aktivitasnya. Suatu kejadian atau peristiwa tertentu adalah sebab
musababnya demikian pula kecelakaan industri/kecelakaan kerja ini.
Rangkaian kejadian dan factor penyebab kecelakaan dikeal dengan “teori domino”, yaitu :
a. Kelemahan pengawasan oleh manajemen (lack of control management).
Pengawasan
ini diartikan sebagai fungsi manajemen yaitu perencanaan,
pengorganisasian kepemimpinan (pelaksana) dan pengawasan. Partisipasi
aktif manajemen sangat menetukan keberhasilan usaha pencegahan Peraturan
Menteri Perburuhan (PMP) RI No.7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan,
Kebersihan, dan Penerangan dalam Tempat Kerja.
Seorang pimpinan unit disamping memahami tugas operasional tapi juga harus mampu :
- memahami program pencegahan kecelakaan
- memahami standard, mencapai standard
- membina, mengukur, dan mengevaluasi performance bawahannya. Inilah yang dimaksud dengan control
b. Sebab dasar.
Penyebab
dasar terjadinya kecelakaan adalah unsafe condition dan unsafe action.
Pendapat berbagai ahli K3 yang cukup radikal, 2 ( dua ) factor diatas
merupakan gejala akibat buruknya penerapan dan kurangnya komitmen
manajemen terhadap K3 itu sendiri. Beberapa contoh unsafe condition :
- Peralatan kerja yang sudah usang ( tidak layak pakai ).
- Tempat kerja yang acak-acakan
- Peralatan kerja yang tidak ergonomis.
- Roda berputar mesin yang tidak dipasang pelindung ( penutup ).
- Tempat kerja yang terdapat Bahan Kimia Berbahaya yang tidak dilengkapi sarana pengamanan ( labeling, rambu) dll.
Beberapa contoh unsafe action :
- Karyawan bekerja tanpa memakai Alat Pelindung Diri Pekerja yang mengabaikan Peraturan K3.
- Merokok di daerah Larangan merokok.
- Bersendau gurau pada saat bekerja. Dan lain-lain.
(64
okleqs.wordpress.com/2008/01/04/pengetahuan-dasar-keselamatan-kerja/,
diakses pada tanggal 6 Juli 2009 Universitas Sumatera Utara)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang bertindak Kurang aman dalam melakukan pekerjaan, antara lain :
- Tenaga kerja tidak tahu tentang :
1. Bahaya – bahaya di tempat kerjanya
2. Prosedur Kerja Aman
3. Peraturan K3
4. Instruksi Kerja dll.
- Kurang terampil ( unskill ) dalam :
1. Mengoperasikan Mesin Bubut.
2. Mengemudikan Kenderaan.
3. Mengoperasikan Fire Truck.
4. Memakai alat – alat kerja ( Tool ) dll.
- Kekacauan sistem manajemen HSE K3
1. Menempatkan tenaga kerja tidak sesuai dengan keahliannya.
2. Penegakan Peraturan yang lemah.
3. Paradigma dan Komitmen K3 yang tidak mendukung.
4. Tanggungjawab K3 tidak jelas.
5. Anggaran Tdk Mendukung.
6. Tidak Ada audit K3 dll.
c. Sebab yang merupakan gejala (sympton).
Disebabkan masih adanya substandard practices and conditions yang mengakibatkan terjadinya
keselahan.
Dalam hal ini kita kenal dengan tindakan tak man dan kondisi tak aman.
Factor-faktor ini sebenarnya adalah symptom (gejala) atau pertanda bahwa
ada sesuatu yang tidak beres apakah pada system ataukah pada manajemen.
d. Kecelakaan.
Jika
ketiga urutan diatas tercipta, maka besar atau kecil akan timbul
peristiwa atau kejadian yang tidak diinginkan dan tidak direncanakan
yang dapat mengakibatkan kerugian dalam bentuk cidera dan kerusakan
akibat kontak dengan sumber energi melebihi nilai ambang batas badan
atau struktur.
Disamping ada sebabnya maka suatu kejadian juga akan membawa akibat.
Akibat dari kecelakaan industri ini dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu : pertama kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain kerusakan /
kehancuran mesin, peralatan, bahan dan bangunan. Biaya pengobatan dan
perawatan korban. Tunjangan kecelakaan. Hilangnya waktu kerja.
Menurunnya jumlah maupun mutu produksi. Kedua kerugian yang bersifat non
ekonomis. Pada umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga kerja
yang bersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka/cedara berat maupun
ringan.
Menurut International LabourOrganization (ILO) ada beberapa cara atau langkah yang perlu diambil untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, yaitu melalui :
a. Peraturan perundang-undangan.
• Adanya ketentuan dan syarat-syarat K3 yang selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi (up to date).
•
Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan
kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap
rekayasa.
• Penyelenggaraan pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan-pemeriksaan langsung di tempat kerja.
b. Standarisasi.
Merupakan suatu ukuran terhadap besaran-besaran nilai. Dengan adanya
standard K3 yang maju akan menentukan tingkat kemajuan K3, karena pada
dasarnya baik buruknya K3 di tempat kerja diketahui melalui pemenuhan
standard K3.
c. Inspeksi.
Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan dalam rangka pemeriksaan dan pengujian terhadap tempat
kerja, mesin, pesawat, alat dan instalasi, sejauh mana masalah-masalah
ini masih memenuhi ketentuan dan persyaratan K3.
d. Riset,
• Riset teknik,
penelitian terhadap benda dan karakteristik bahan-bahan berbahaya.
Mempelajari pengaman mesin, pengujian alat pelindung diri, penyelidikan
tentang desain yang cocok untuk instalasi industri.
• Riset medis,
meliputi hal-hal khusus yang berkaitan dengan penyakit akibat kerja dan
akibat medis terhadap manusia dari berbagai kecelakaan kerja.
• Riset psikologis, penelitian terhadap pola-pola pdikologis yang dapat menjurus kearah kecelakaan kerja.
e. Pendidikan.
Pemberian
pengajaran dan pendidikan cara pencegahan kecelakaan yang terjadi
melalui pengamatan terhadap jumlah, jenis Universitas Sumatera Utara
orangnya (korban), jenis kecelakaan, factor penyebab, sehingga dapat ditentukan pola pencegahan kecelakaan yang serupa.
f. Training (latihan).
Pemberian instruksi atau petunjuk-petunjuk melalui praktek kepada para pekerja mengenai cara kerja yang aman.
g. Persuasi.
Menanamkan
kesadaran akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja dalam upaya
untuk mencegah terjadinya kecelakaan, sehingga semua ketentuan
keselamatan dan kesehatan kerja dapat diikuti oleh semua tenaga kerja.
h. Asuransi.
Upaya
pemberian insentif dalam bentuk reduksi terhadap premi asuransi kepada
perusahaan yang melakukan usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja
atau yang berhasil menurunkan tingkat kecelakaan di perusahaannya.
i. Penerapan K3 di tempat kerja.
Langkah-langkah tersebut haris dapat diaplikasikan di tempat kerja dalam upaya memenuhi syarat-syarat K3 di tempat kerja.
3. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja
Kesehatan
kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga
kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental
maupun social sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal. Tujuan
kesehatan kerja adalah :
1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun social.
2. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh konisi lingkungan kerja.
3. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga kerja.
4. Meningkatkan produktivitas pekerja.
Ketentuan
Umum Peraturan kesehatan kerja yang terdapat dalam Undang-undang No.13
Tahun 2003 meliputi tentang pekerjaan anak, wanita, waktu kerja, waktu
istirahat. Berikut uraian materi peraturan kesehatan kerja.
Pekerjaan Anak Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.
Undang-undang
No.13 tahun 2003 mengatur tentang norma kerja mulai pasal 68, yang mana
pasal ini melarang keras pengusaha mempekerjakan anak. Anak dianggap
bekerja apabila berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya.
Secara umum
larangan mutlak bagi anak untuk melakukan pekerjaan ini adalah tepat,
sebab akan terdapat beberapa kerugian atau dampak negative jika anak
melakukan pekerjaan, diantaranya adalah:
1. Menghambat atau memperburuk perkembangan jasmani maupun rohani anak.
2. Menghambat kesempatan belajar bagi anak.
3.
Dalam jangka panjang perusahaan akan menderita beberapa kerugian
apabila mempekerjakan anak, misalnya kwalitas produksi rendah,
pemborosan dan lain sebagainya.
Undang-undang No.13 Tahun 2003 lebih lanjut mengatur tentang pekerjaan anak ini sebagai berikut :
a.
Bagi anak yang berumur antara 13 sampai dengan 15 tahun diperbolehkan
untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan
dan kesehatan fisik, mental, dan social.
Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan dimaksud harus memenuhi persyaratan :
1) izin tertulis dari orang tua atau wali;
2) perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
3) waktu kerja maksimal maksimal 3 jam;
4) dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
5) keselamatan dan kesehatan kerja
6) adanya hubungan kerja yang jelas;
7) menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (pasal 69 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003.
b.
Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian
dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang
berwenang.
Pekerjaan tersebut juga dapat dilakukan dengan syarat :
1) diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam melakukan pekerjaan;
2) diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Anak dapat juga melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya.
Hal
ini dimaksudkan untuk melindungi anak agar pengembangan bakat dan minat
anak yang pada umumnya muncul pada usianya tersebut tidak terhambat.
Untuk itu, pengusaha yang mempekerjakan anak dalam pekerjaan yang
berkaitan dengan perkembangan minat dan bakat ini, diwajibkan untuk
memenuhi persyaratan :
1) di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
2) waktu kerja paling lama tiga jam sehari ;
3) kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, social, dan waktu sekolah.
Berkaitan
dengan larangan untuk mempekerjakan anak, UU No.13 Tahun 2003 lebih
menekankan lagi, “siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak
pada pekerjaan-pekerjaan terburuk”.77 Pekerjaan terburuk yang dimaksud
adalah :
a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya;
b.
segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak
untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
c.
segala pekerjaan yang memafaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak
untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotik, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya; dan / atau
d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.
Dalam
pasal 75 UU No.13 Tahun 2003 dijelaskan tentang pekerjaan anak yaitu :
“Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang
bekerja di luar hubungan kerja. Anak yang bekerja di luar hubungan kerja
misalnya anak penyemir sepatu atau anak penjual koran dan sebagainya”.
Penanggulangan
ini dimaksudkan untuk menghapuskan atau mengurangi anak yang bekerja di
luar hubungan kerja tersebut. Upaya itu harus dilakukan secara
terencana, terpadu, dan terkoordinasi dengan instansi terkait.
Pekerja Perempuan
Mempekerjakan
perempuan di perusahaan tidaklah semudah yang dibayangkan. Ada hal-hal
yang harus dijadikan bahan pertimbangan, yaitu :
a. para wanita umumnya bertenaga lemah, halus tetapi tekun;
b.
norma-norma susila harus diutamakan, agar tenaga-tenaga kerja wanita
tersebut tidak terpengaruh oleh perbuatan-perbuatan negative dari tenaga
kerja lawan jenisnya, terutama kalau dikerjakan pada malam hari;
c. para tenaga kerja wanita itu umumnya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan halus yang sesuai dengan kahalusan sifat dan tenaganya;
d.
para tenaga kerja wanita itu ada yang masih gadis dan ada pula yang
telah bersuami atau berkeluarga yang dengan sendirinya mempunyai
beban-beban rumah tangga yang harus dilaksanakannya pula.
Semua
itu harus menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan norma kerja bagi
perempuan. Ketentuan dalam peraturan perundangan tentang norma kerja
perempuan yaitu :
1.
Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas)
tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul
07.00.
2. Pengusaha dilarang
mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan
dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun
dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 wajib :
a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
4.
Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh
perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai
dengan 05.00.
Waktu Kerja, Mengaso, dan Istirahat (Cuti)
‘waktu
kerja’, ‘waktu mengaso’ dan ‘waktu istirahat. Pengertian ketiga istilah
itu adalah pertama waktu kerja adalah waktu efektif dimana
pekerja/buruh hanya melaksanakan pekerjaannya. Kedua waktu mengaso
adalah waktu antara, yaitu waktu istirahat bagi pekerja/buruh setelah
melakukan pekerjaan empat jam beturut-turut yang tidak termasuk waktu
kerja.
Ketiga waktu istirahat adalah waktu cuti, yaitu waktu
dimana pekerja/buruh diperbolehkan untuk tidak masuk bekerja karena
alasan-alasan tertentu yang diperbolehkan oleh undang-undang.
Yang meliputi waktu kerja adalah :
1. 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
2. 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Waktu
kerja tersebut harus diselingi waktu mengaso paling sedikit 30 (tiga
puluh) menit setelah pekerja/buruh bekerja selama 4 (empat) jam
berturut-turut.
Ketentuan
waktu kerja tersebut tidak berlaku bagi sector usaha atau pekerjaan
tertentu. Mempekerjakan pekerja lebih dari waktu kerja sedapat mungkin
dihindari, karena pekerja membutuhkan waktu untuk memulihkan tenaganya
dan tentu untuk tetap menjaga kesehatannya.
Dalam
hal-hal tertentu terdapat kebutuhan yang mendesak, yang harus segera
diselesaikan dan tidak dapat dihindari pekerja harus bekerja melebihi
waktu kerja. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja
harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :
1. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan;
2. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak tiga jam dalam
satu hari dan empat belas jam dalam satu minggu.
Pengusaha
yang mempekerjakan pekerja/buruh untuk kerja lembur wajib membayar upah
kerja lembur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Secara
yuridis, waktu istirahat (cuti) bagi pekerja ada empat macam, yaitu
istirahat (cuti) mingguan, istirahat (cuti) tahunan, istirahat (cuti)
panjang, serta istirahat (cuti) hamil / bersalin dan haid bagi pekerja
perempuan, yaitu :
a. Istirahat (cuti) mingguan.
Istirahat mingguan ditetapkan satu hari untuk enam hari kerja dalam
satu minggu, atau dua hari untuk lima hari kerja dalam satu minggu.
b. Istirahat (cuti) tahunan. Sekurang-kurangnya dua belas hari kerja setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama dua belas bulan secara terus menerus.
Istirahat
(cuti) tahunan ini harus dimohonkan kepada pengusaha, artinya harus ada
persetujuan pengusaha. Meskipun cuti tahunan ini adalah hak pekerja,
ketentuan permohonan ini dilakukan untuk melihat apakah pekerjaan sedang
menumpuk atau tidak. Apabila sedang menumpuk maka pengusaha berhak
menangguhkan permohonan cuti pekerja.
c. Istirahat (cuti) panjang.
Cuti panjang ini dilakukan sekurang-kurangnya dua bulan dan
dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing satu bulan
bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut pada
perusahaan yang sama, dengan ketentuan pekerja tersebut tidak berhak
lagi untuk istirahat (cuti) tahunan dalam dua tahun berjalan.90
Selama
pekerja cuti tahunan, pekerja diberikan uang kompensasi hak istirahat
tahunan kedelapan ½ (setengah) bulan gaji. Bagi perusahaan yang membuat
ketentuan tentang cuti tahunan sendiri yang dianggap lebih baik,
perusahaan tersebut tidak diperkenankan merubah ketentuan UU No. 13
Tahun 2003.
Pengusaha juga diwajibkan untuk memberikan kesempatan secukupnya kepada pekerja untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan agama.
d. Istirahat (Cuti) haid,
hamil/bersalin. Bagi pekerja wanita yang merasa sakit sewaktu mengalami
‘haid’ haru membertitahukan kepada pengusaha, dan tidak wajib bekerja
untuk hari pertama dan kedua di masa haidnya tersebut.93
Pekerja
wanita berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan sebelum
saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan setelah melahirkan
menurut perhitungan dokter atau bidan.
Bagi
pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungan berhak untuk
istirahat 1,5 (satu setengah) bulan sesuai dengan surat keterangan
dokter kandungan atau bidan.
Selama menjalankan istirahat/cuti pekerja tetap berhak menerima upah atau gaji penuh.
Pasal 85 Undang-undang No.13 tahun 2003 menentukan beberapa hal lain yang berkaitan dengan cuti/libur :
1. pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi
2.
pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada
hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan harus
dilaksanakan tau dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain
berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.
3.
pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan
pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud wajib membayar upah kerja
lembur.
4. ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
b. Pengenalan Bahaya Di Lingkungan Kerja
Bahaya
di lingkungan kerja dapat didefinisikan sebagai segala kondisi yang
dapat memberi pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan atau
kesejahteraan orang yang bekerja. Faktor bahaya di lingkungan kerja
meliputi faktor Kimia, Biologi, Fisika, Fisiologi dan Psikologi.
Bahaya Kimia.
Jalan
masuk bahan kimia ke dalam tubuh: Pernapasan ( inhalation ), Kulit
(skin absorption ), Tertelan ( ingestion ). Racun dapat menyebabkan efek
yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya. Korosi. Bahan kimia yang
bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana
terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh
yang paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.
Iritasi. Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak.
Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis.
Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak
napas, peradangan dan oedema ( bengkak ). Contoh:
o Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .
o Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone.
Reaksi Alergi.
Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau organ pernapasan. Contoh :
o Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy hardeners, turpentine.
o Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.
Asfiksiasi.
Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer
yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah.
Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5%
volume udara.
Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit. Contoh :
o Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium
o Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen sulphide
Kanker.
Karsinogen
pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada
manusia. Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang
secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan . Contoh:
o
Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride (
liver angiosarcoma); 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih
); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma);
o Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates, beryllium
Efek Reproduksi.
Bahan-bahan
beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari seorang
manusia. Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat
memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, sebagai
contoh aborsi spontan. Contoh :
o
Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene
glycol, mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead,
thalidomide, pelarut.
Racun Sistemik.
Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh. Contoh :
o Otak : pelarut, lead,mercury, manganese
o Sistem syaraf peripheral : n-hexane,lead,arsenic,carbon disulphide
o Sistem pembentukan darah : benzene,ethylene glycol ethers
o Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated hydrocarbons
o Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )
Bahaya Biologi
Bahaya
biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari
sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur,
protein dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk
serat alam yang terdegradasi. Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua
yaitu yang menyebabkan infeksi dan non-infeksi. Bahaya dari yang
bersifat non infeksi dapat dibagi lagi menjadi organisme viable, racun
biogenik dan alergi biogenik.
Bahaya infeksi
Penyakit
akibat kerja karena infeksi relatif tidak umum dijumpai. Pekerja yang
potensial mengalaminya a.l.: pekerja di rumah sakit, laboratorium,
jurumasak, penjaga binatang, dokter hewan dll. Contoh : Hepatitis B,
tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus, salmonella, chlamydia,
psittaci
Organisme viable dan racun biogenic.
Organisme
viable termasuk di dalamnya jamur, spora dan mycotoxins; Racun biogenik
termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri. Perkembangan produk
bakterial dan jamur dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan media dimana
mereka tumbuh. Pekerja yang beresiko: pekerja pada silo bahan pangan,
pekerja pada sewage & sludge treatment, dll. Contoh : Byssinosis,
“grain fever”,Legionnaire’s disease
Alergi Biogenik
Termasuk
didalamnya adalah: jamur, animal-derived protein, enzim. Bahan alergen
dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang, rambut dari
bulu dan protein dari urine dan feaces binatang. Bahan-bahan alergen
pada industri berasal dari proses fermentasi, pembuatan obat, bakery,
kertas, proses pengolahan kayu , juga dijumpai di bioteknologi ( enzim,
vaksin dan kultur jaringan). Pada orang yang sensitif, pemajanan alergen
dapat menimbulkan gejala alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau
asma. Contoh : Occupational asthma : wool, bulu, butir gandum, tepung
bawang dsb.
Bahaya Fisika
Kebisingan
Kebisingan
dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat
memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang
maupun suatu populasi. Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara
lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan.
Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi,
turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance
tenaga kerja. Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada
jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara
maupun kronis. Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling
banyak di klaim . Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.
Getaran
Getaran
mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi,
amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau
intermitten. Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam
memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered
tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal
sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced white
fingers”(VWF). Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi
efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan
mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang. Contoh :
Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.
Radiasi Non Mengion
•
Radiasi non mengion antara lain : radiasi ultraviolet, visible
radiation, inframerah, laser, medan elektromagnetik (microwave dan
frekuensi radio) .
• Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.
• Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.
• Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.
• Contoh :
o Radiasi ultraviolet : pengelasan.
o Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran
o Laser : komunikasi, pembedahan .
Pencahayaan ( Illuminasi )
• Tujuan pencahayaan :
o Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan
o Memberi lingkungan kerja yang aman
•
Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit
kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan.
•
Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja,
produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping,
kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.
Bahaya Psikologi
Stress
•
Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik
terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu
berlebihan, maka hal ini dinamakan stress.
•
Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan
kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.
•
Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan
darah tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan,
asma bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.
Bahaya Fisiologi
Pembebanan
Kerja Fisik. Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan
kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan. Pembebanan tidak
melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam
jangka waktu 8 jam sehari. Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban
untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut
dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus
disesuaikan. Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat
sulit, parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi
yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi
sebelum bekerja.
c. Evaluasi Lingkungan Kerja Dengan Pengukuran
Evaluasi
lingkungan dilakukan kepada factor-faktor fisik, kimia, dan lain-lain.
Semua factor ini harus dievaluasi dalam higene perusahaan. Evaluasi
factor-faktor penyebab sakit yang bersifat bahan-bahan kimia dapat
dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
1.
subyektif oleh indera manusia, indera manusia kadang-kadang dapat
dipakai untuk evaluasi kadar bahan-bahan di lingkungan kerja. Pada jenis
zat-zat tertentu manusia dapat mencium, melihat dan merasa kadar zat
menurut pengalaman. Dalam beberapa hal, apabila indera manusia telah
dapat mengenal adanya suatu zat diudara yang masih ajuh dari nilai
ambang batas maka indera manusia digunakan untuk pencegahan agar manusia
terhindar dari factor-faktor kimia dalam lingkungan kerja.
2.
dengan menggunakan hewan-hewan, hewan-hewan yang sering digunakan untik
menilai bahan-bahan kimia di udara adalah burung kenari, tikus,
kelinci, kera dan lain-lain.
3.
dengan memakai alat-alat detector, indicator dan detector yang biasanya
khusus untuk gas dan uap. Indicator-indikator yang sederhana didasarkan
atas perubahan warna sebagai akibat reaksi kimia. Detector adalah alat
khusus yang dibuat untuk menentukan bahan-bahan di udara secara
kwalitatif maupun kwantitatif.
4.
pengambilan sample dan pemeriksaan laboratorium, dilakukan dengan 4
cara. Pertama absorbsi kepada bahan padat. Kedua dengan melalui udara
pada cairan yang mampu mengikat bahan-bahan itu di udara. Ketiga
kondensasi yaitu dengan menurunkan suhu udara yang mengandung uap,
sehingga uapnya mengebun. Keempat dengan membakar bahan-bahan di udara
pada kawat pijar dengan katalisator tertentu, yang hasilnya ditampung
oleh air atau larutan.
d. Pencegahan Gangguan Kesehatan dan Daya Kerja
Perlindungan
kesehatan kerja meliputi pengaturan tentang pencegahan
gangguan-gangguan kesehatan dan daya kerja. Cara-cara mencegah gangguan
tersebut adalah :
1. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang lebih bahaya dengan bahan yang krang bahaya atau tidak berbahaya sama sekali.
2. Ventilasi umum,
yaitu mengalirkan udara sebanyak menurut perhitungan kedalam ruang
kerja, agar kadar dari bahan-bahan yang berbahaya oleh pemasukan udara
ini lebih rendah dari pada kadar yang membahayakan, yaitu kadar Nilai
Ambang Batas (NAB).
3. Ventilasi keluar setempat (local exhausters),
ialah alat menghisap udara di suatu tempat kerja tertentu, agar
bahan-bahan yang membahayakan dapat dihisap dan dialirkan keluar.
4. Isolasi, mengisolasi operasi atau proses dalam perusahaan yang membahayakan.
5. Pakaian pelindung, misalnya masker, kacamata, sarung tangan, sepatu, topi, dan lain-lain.
6.
Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan pada calon
pekerja untuk mengetahui keserasian antara pekerja dengan pekerjaan yang
akan dijalaninya.
7. Pemeriksaan kesehatan berkala, untuk evaluasi apakah penyebab dari gangguan kesehatan yang dialami pekerja.
8. Penerangan sebelum kerja, agar pekerja mengetahui dan mentaati peraturan-peraturan, dan pekerja menjadi lebih berhati-hati.
9. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kepada pekerja secara kontiniu, maksudnya pekerja tetap waspada dalam menjalankan pekerjaan.
Tanggung Jawab Perusahaan Berdasarkan Peraturan Perundangan
Materi
Undang-undang No.1 Tahun 1970 lebih dominan berisi mengenai hak dan
atau kewajiban tenaga kerja dan pengusaha/pengurus dalam pelaksanaan K3,
dan kewajiban pengusaha/pengurus adalah :
Pasal 3
ayat 1 : Melaksanakan syarat-syarat keselamatan untuk :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b.
Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran. Peraturan pelaksananya
Kepmenaker RI No. Kep.186/Men/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran
di Tempat Kerja
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
d. Memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya
e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan
f.
Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja. Peraturan
pelaksananya Instruksi Menteri Tenaga Kerja No.Ins.2/M/BW/BK/1984
tentang Pengesahan Alat Pelindung Diri. Instruksi Menteri Tenaga Kerja
RI No.Ins.05/M/BW/97 tentang Pengawasan Alat Pelindung Diri. Surat
Edaran Dirjen Binawas No.SE.05/BW/1997 tentang Penggunaan Alat
Universitas Sumatera Utara
Pelindung Diri. Dan Surat Edaran Menteri Dirjen Binawas No.SE.06/BW/1997 tentang Pendaftaran Alat Pelindung Diri.
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, gas, dan hembusan
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan
i.
Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai. Peraturan pelaksananya
diatur dalam Peraturan Menteri Perburuhan No.7 Tahun 1964 tentang Syarat
Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja.
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang cukup
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya
n. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
p. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
q. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaan menjadi bertambah tinggi
Pasal 8
Ayat 1 :
Pengurus diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi mental, dan
kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan
dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan
kepadanya.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan
pelaksananya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor
Per-02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
Ayat 2 :
Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan
dibenarkan oleh direktur. Peraturan pelaksananya Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per-03/Men/1982 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja. Selain itu ada juga Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor Per-01/Men/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan
Bagi Tenaga Kerja Dengan Manfaat Lebih Baik Dari Paket Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Pasal 9
Ayat 1 : Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerja
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerja
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya
Ayat 2
: Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan
setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami
syarat-syarat tersebut diatas.
Universitas Sumatera Utara
Ayat 3
: Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga
kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan
pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan
kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
Ayat
4 : Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang
dijalankan.
Pasal 10 ayat 1 :
Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (P2K3) guna mengembangkan kerjasama, saling
pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan
tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas
kewajiban bersama di bidang K3, dalam rangka melancarkan usaha
berproduksi. Peraturan pelaksananya adalah Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. KEP-125/MEN/82 tentang Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Wilayah dan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang
disempurnakan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-155/MEN/84.
Dan juga Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEP-04/MEN/87 tentang Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan Ahli
Keselamatan Kerja.
Pasal 11
ayat 1 : Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi
dalam tempat kerja yang dipimpinnya pada pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja. Peraturan pelaksananya Permenaker RI No.
Per.03/Men/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
Permenaker RI No. Per.04/Men/1993 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja.
Pasal 14 pengurus diwajibkan : Universitas Sumatera Utara
a.
Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua
syarat-syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai undang-undang
ini dan semua peraturan pelaksananya yang berlaku bagi tempat kerja yang
bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan
menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli kselamatan kerja.
b.
Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya semua gambar keselamatan
kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada
tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja.
c.
Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang
diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan menyediakan
bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai
dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai
pengawas dan ahli keselamatan kerja.
Peraturan
pelaksana dari ketentuan pasal-pasal UU RI No.1 Tahun 1970 (pasal 15
ayat 1 UU RI No.1 Tahun 1970). UU RI No.1 Tahun 1970 masih bersifat umum
(lex generalist), peraturan pelaksananya dijabarkan secara teknis dan
rinci dalam bentuk PP, Keppres, Permenaker, Kepmenaker, SE Menaker dan
Kepdirjen Binwasnaker Depnakertrans RI.
Pelanggaran
terhadap peraturan pelaksana UU No.1 Tahun 1970 (peraturan perundangan
K3) dapat memberikan ancaman pidana dengan hukuman kurungan
selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya
Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) sebagaimana ditetapkan pada pasal 15
ayat 2 UU RI No.1 Tahun 1970.
Ancaman pidana ini tidak
akan membuat efek jera bagi pengusaha yang melanggar UU No.1 Tahun 1970
(termasuk peraturan pelaksananya) dilihat dari masa hukuman kurungan
begitu singkat dan denda uang yang dikenakan terlalu sedikit mengingat
dimungkinkan banyak tenaga kerja pada satu tempat kerja (perusahaan)
yang mengalami cidera berat bahkan kematian serta menderita penyakit
akibat kerja. Tidak adil apabila masalah K3 ini hanya dilimpahkan kepada
perusahaan / pengusaha saja.
Karena masalah K3 juga
merupakan tanggung jawab pekerja sebagai objek dari K3 ini. Untuk itu
pekerja juga memiliki hak dan kewajiban terkait dengan K3 ini yaitu :
a. Memberikan keterangan apabila diminta oleh Pegawai Pengawas / Ahli K3
b. Memakai alat-alat pelindung diri
c. Mentaati syarat-syarat K3 yang diwajibkan
d. Meminta pengurus untuk melaksanakan syarat-syarat K3 yang diwajibkan
e. Menyatakan keberatan terhadap pekerjaan dimana syarat-syarat K3 dan alat-alat pelindung diri tidak menjamin keselamatannya
Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan Terhadap Pelaksanaan K3
Adapun yang menjadi latar belakang pengawasan pelaksanaan K3 :100
•
Setiap tenaga kerja selalu berhadapan dengan potensi bahaya terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja sesuai dengan jenis atau
karakteristik perusahaan tempatnya bekerja.
•
Kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja akan memberikan dampak yang
sangat merugikan bagi tenaga kerja, perusahaan dan masyarakat pada
umumnya.
• Kasus kecelakaan
dan penyakit akibat kerja dapat dicegah melalui pengawasan
ketenagakerjaan di bidang K3 umumnya dan kesehatan kerja khususnya.
Pengawasan
ketenagakerjaan merupakan unsur penting dalam perlindungan tenaga
kerja, sekaligus sebagai uapaya penegakan hukum ketenagakerjaan secara
menyeluruh. Penegakan hukum ditempuh dalam 2 (dua) cara, yaitu preventif
dan represif. Pada dasarnya kedua cara itu ditempuh sangat bergantung
dari tingkat kepatuhan masyarakat (pengusaha , pekerja, serikat pekerja)
terhadap ketentuan hukum ketenagakerjaan. Tindakan preventif dilakukan
jika memungkinkan dan masih adanya kesadaran masyarakat untuk mematuhi
hukum. Namun, bila tindakan preventif tidak efektif lagi, maka ditempuh
tindakan represif dengan maksud agar masyarakat mau melaksankan hukum
walaupun dengan keterpaksaan.
Pengawasan
ketenagakerjaan dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan peraturan
ketenagakerjaan (pasal 176 Undang-undang No.13 Tahun 2003). Dengan
demikian, sasaran pengawasan ketenagakerjaan ialah meniadakan atau
memperkecil adanya pelanggaran Undang-undang Ketenagakerjaan, sehingga
proses hubungan industrial dapat berjalan dengan baik dan harmonis.
Yang bertugas mengawasi atas ditaatinya atau tidak peraturan perundangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja ini adalah :
1.
Pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja yaitu pegawai teknis
berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja.
2. Ahli
keselamatan dan kesehatan kerja yaitu tenaga teknis berkeahlian khusus
dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga
Kerja.
Direktorat Pengawasan
Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah unit organisasi pengawasan
keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan ketentuan pasal 10
Undang-undang No.14 Tahun 1969 dan pasal 5 ayat (a) Undang-undang No.1
Tahun 1970.
Secara operasional dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang berfungsi untuk :
1. Mengawasi dan memberi penerangan pelaksanaan ketentuan hukum mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.
2.
Memberikan penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha dan tenaga
kerja tentang hal-hl yang dapat menjamin pelaksanaan secara efektif dari
peraturan-peraturan yang ada.
Dalam melaksanakan tugasnya pegawai pengawas berhak dan wajib melakukan :
1.
Memasuki semua tempat dimana dijalankan atau biasa dijalankan pekerjaan
atau dapat disangka bahwa disitu dijalankan pekerjaan dan juga segala
rumah yang disewakan atau dipergunakan oleh pengusaha atau wakilnya
untuk perumahan atau perawatan pekerja.
2. Jika terjadi penolakan untuk memasuki tempat-tempat tersebut, petugas pengawas berhak meminta bantuan Polri.
3.
Mendapatkan keterangan sejelas-jelasnya dari pengusaha atau wakilnya
dan pekerja mengenai kondisi hubungan kerja pada perusahaan yang
bersangkutan.
4. Menanyai pekerja tanpa dihadiri pihak ketiga.
5. Harus melakukan koordinasi dengan serikat pekerja.
6. Wajib merahasiakan segala keterangan yang di dapat dari pemeriksaan tersebut.
7. wajib mengusut pelanggaran.
Pasal 181 Undang-undang No.13 Tahun 2003 mengaskan bahwa pengawas wajib :
pertama merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan. Kedua tidak menyalahgunakan kewenangannya.
Yang
berhak melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja adalah dokter yang
ditunjuk oleh pimpinan tempat perusahaan / kerja dan yang disetujui oleh
Departemen Tenaga Kerja. Pelaksanaan pengawasan kesehatan kerja
ditujukan kepada :
1. Tempat Kerja, yaitu :
a. Kebersihan dan perawatannya
b. Kondisi lingkungan kerja
2. Proses kerja
yaitu perlu diteliti bagaimana proses kerjanya dimulai dari gudang
bahan baku, persiapan pengolahan pengepakan sampai pendistribusian.
3. Tenaga Kerja / Pekerja, yaitu yang perlu diperhatikan :
b. Alat pelindung diri
c. Sikap kerjanya
d. Jenis kelamin
e. Usia
f. Baban kerja
g. Gizi tenaga kerja
4. Pelayanan kesehatan kerja
5. Fasilitas kesehatan
Sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya, aturan-aturan kesehatan ini bersifat
memaksa. Dan pihak perusahaanlah yang pada umumnya diwajibkan
melaksanakan aturan kesehatan kerja dan bertanggung jawab atas
pelaksanaannya.
Walaupun demikian, pihak perusahaan
masih diberi kesempatan untuk mengadakan penyimpangan dalam aturan
kesehatan kerja ini, misalnya :
1.
Perusahaan dapat melakukan penyimpangan dalam hal waktu kerja. Larangan
melakukan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan lebih dari 40 jam
seminggu, dapat dikesampingkan apabila berkaitan dengan pembangunan
Negara.
2.
Perusahaan dapat mengenyampingkan aturan waktu istirahat dan ketentuan
hari libur serta larangan bekerja lebih dari 7 jam sehari, 40 jam
seminggu apabila dalam waktu tersebut terdapat pekerjaan yang harus
segera diselesaikan.
Untuk
mengadakan penyimpangan ini pihak perusahaan harus mendapat ijin
terlebih dahulu dari Pengawasan Perburuhan. Pemberian ijin ini disebut
pengawasan preventif. Pengawasan represif dilakukan oleh pegawai
pengawasan perburuhan dengan cara mengunjungi tempat kerja pada pada
waktu tertentu.
Dengan mengunjungi tempat kerja, pegawai pengawas mepunyai tugas :
1.
Melihat dengan jalan memeriksa dan menyelidiki sendiri ketentuan
peraturan perundangan dijalankan oleh perusahaan dan jika tidak, pegawai
pengawas dapat mengambil tindakan yang wajar demi menjamin
pelaksanaannya.
2. Membantu
baik pihak pekerja maupun pengusaha atau pimpinan perusahaan dengan
jalan memberi penjelasan teknis dan nasehat yang mereka perlukan agar
mereka memahami apa dan bagaimana pelaksanaan peraturan perundangannya.
3.
Menyelidiki keadaan perburuhan dan mengumpulkan data yang diperlukan
untuk menyusun perundang-undangan perburuhan dan penetapan kebijakan
pemerintah.
Pengawasan
ketenagakerjaan terhadap pelakasanaan K3 tidak akan efektif apabila
tidak dibarengi dengan sanksi-sanksi bagi pelanggarnya.
Sayangnya
Undang-undang Ketenagakerjaan tidak ada mengatur tentang ketentuan
pidana terhadap pelanggaran pelaksanaan K3. Tetapi terdapat ketentuan
sanksi administratif :
a. Teguran
b. Peringatan tertulis
c. Pembatasan kegiatan usaha
d. Pembekuan kegiatan usaha
e. Pembatalan persetujuan
f. Pembatalan pendaftaran
g. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi
h. Pencabutan izin
Ketentuan
sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran pelaksanaan K3 tidak hanya
diatur dalam undng-undang Ketenagakerjaan tetapi juga diatur dalam
undang-undang Keselamatan Kerja pasal 15 ayat (2) :
“peraturan
perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas
pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga)
bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000,- (seratur ribu
rupiah).” B. Sistem Menajemen K3 Berdasarkan Permenaker No.5 Tahun 1996
Sistem
Manajemen K3 di lingkungan kerja adalah bagian dari sistem manajemen
secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang
dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka
pengendalian resiko
110 UU
No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 190 yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien
dan produktif.
Pendekatan manajemen secara professional tidak akan efektif apabila tidak memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1.
Manajer harus memperhatikan adanya alat pelindung (safety) dan
kesehatan (health). Beberapa problem seperti ini 85% dapat dikontrol
oleh pihak manajemen.
2. Manajer berpengaruh terhadap peluang perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Menekan kerugian dapat meningkatkan keuntungan.
3. Manajemen control kerugian akan menguntungkan seluruh strategi operasional manajemen.
Tujuan
dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi
dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat
kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.
Tujuan lainnya yaitu :
8. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia (pasal 27 ayat2) UUD 1945.
9. Meningkatkan komitment pimpinan perusahaan dalam melindungi tenaga kerja
10. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi kompetisi perdagangan global
11. Proteksi terhadap industri dalam negeri
12. Meningkatkan daya saing dalam perdagangan internasional
13. Mengeliminir boikot LSM internasional terhadap produk ekspor nasional
14. Pelaksanaan pencegahan kecelakaan masih bersifat parsial
Dasar Hukum Penerapan SMK3
1. UUD 1945 pasal 27 ayat (2) :
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
2.
UU No.13 tahun 2003 pasal 87: - Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3
yang terintegrasi dengan sistem. - Manajemen – Ketentuan mengenai
penerapan SMK3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
peraturan pelaksana.
3. UU No.1 tahun 1970 pasal 4
4.
UU No. 18 tahun 1999 PASAL 2: Pengaturan Jakon berlandaskan pada asas
kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian,
keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan
masyarakat, bangsa, dan negara.
Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan K3 serta jaminan social.
PASAL 23 (2)
: Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang
keteknikan, keamanan, K3, perlindungan tenaga kerja, serta tata
lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi PP. NO. 28 / 2000 (Usaha & Peran Masyarakat
Jakon) PP. 29 /2000 (Penyelenggaraan Jakon) PP. 30 / 2000 (Pembinaan
Jakon)
5. UU No. 28 tahun
2002 : PASAL 2 : Bangunan Gedung diselenggarakan berlandaskan asas
kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, serta keserasian bangunan gedung
dengan lingkungan
PASAL 3 (2) : Mewujudkan
tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis
bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
kemudahan
PASAL 16 (1) : Persyaratan keandalan
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), meliputi
persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan,dan kemudahan
PASAL 17 (1),(3)&(4) : Persyaratan keselamatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 :
ayat (1)
meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban
muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi
bahaya kebakaran dan bahaya petir.
Persyaratan kemampuan bangunan
gedung dalam mencegah menanggulangi bahaya kebakaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) merupakan kemampuan bangunan gedung untuk
melakukan pengamanan terhdaap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi
pasif/atau proteksi aktif.
Persyaratan kemampuan bangunan gedung
dalam mencegah bahaya petir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap
bahaya petir melalui sistem penangkal petir. RPP. Persyaratan Bangunan
Gedung RPP. Pengelolaan Bangunan Gedung RPP. Peran Masyarakat Dalam
Pengelolaan Bangunan Gedung RPP. Pembinaan Pengelolaan Bangunan Gedung
2. Ketentuan Umum SMK3
Perusahaan wajib menerapkan system manajemen K3 apabila :
(1)
Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus
orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan
oleh karakteristik proses bahan produksi yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit
akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.
(2)
Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
dilaksanakan oleh Pengurus, Pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai
satu kesatuan.
Salah satu fungsi manajemen (controlling), fungsi controlling dalam manajemen :
1. Identification of work. Identifikasi masalah untuk menetukan langkah tepat selanjutnya.
2. Setting standards / standards for work performances. Penggunaan standard sebagai acuan dalam menjalankan system manajemen.
3. Evaluation, hasil pengukuran perbandingan sasaran yang harus dicapai.
4. Correction, semua kekurangan yang ada dicari solusi untuk perbaikan.
Dasar-dasar control kerugian
Prinsip
I tindakan yang membahayakan, kondisi yang membahayakan dan kejadian
kurang baik, semua itu merupakan beberapa gejala kesalahan dalam suatu
system manajemen. Prinsip II harus dapat meramalkan secara pasti
sekumpulan tanda-tanda yang kurang baik.
Sehingga dapat dikontrol
dan diidentifikasi. Prinsip III manajer harus memperhatikan pengadaan
alat pengaman / keselamatan / pelindung di setiap bagian yang
difungsikan oleh perusahaan.
Secara langsung manajemen mengatur
adanya safety yang baik pada saat perencanaan, pengorganisasian dan
harus selalu diawasi / dikontrol. Prinsip IV kunci efektif pengaturan
kebutuhan performen alat pelindung / safety adalah manajemen harus memiliki prosedur yang jelas dan terukur.
Prinsip V alat pelindung / safety
yang baik adalah tepat guna pada tempatnya dan ketika digunakan tidak
rusak serta tidak menimbulkan kejadian yang kurang baik. Ada 2 jalan
agar hal ini dapat berjalan dengan baik :
b. harus diketahui apa penyebab utama penyebab terjadinya accident.
c. Harus diketahui alat pelindung apa yang paling efektif digunakan sesuai dengan kebutuhan.
Manusia melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :
a. pengetahuan dan keterampilan yang tidak sesuai dengan pekerjaannya.
b. Keadaan fisik dan mental yang belum siap untuk tugas-tugasnya
c. Tingkah laku dan kebiasaan ceroboh, sembrono, terlalu berani tanpa mempedulikan petunjuk, instruksi.
d. Kurangnya perhatian dan pengawasan dari manajemen.
e. Kondisi berbahaya yang meliputi :
• Mesin, pesawat, alat, instalasi, bahan dan lain-lain
• Lingkungan kerja
• Sifat pekerjaan
• Cara kerja
• Proses produksi
Pelaksanaan
system manajemen K3 dapat berjalan dengan lancar apabila terdapat
pengawasan yang maksimal dari pihak pengawas terkait untuk itu system
manajemen K3 menerapkan system audit yang dilaksanakan
sekurang-kurangnya satu kali dalam 3 tahun.
Audit SMK3 Dan Sertifikasi Audit SMK3
Audit
SMK3 merupakan pemeriksaan secara sistematik dan independent untuk
menetukan suatu kegiatan dan hasil-hasil yang berkaitan sesuai dengan
pengaturan yang direncanakan dan dilaksanakan secara efektif dan sesuai
untuk mencapai kebijakan dan tujuan perusahaan.120 Tujuan dari audit
SMK3 untuk mengukur keefektifan penerapan K3 di tempat kerja, pemenuhan
persyaratan perundangan K3, kemudian untuk menentukan tindakan perbaikan
system, pemenuhan persyaratan pihak eksternal (klien, pelanggan, dan
lain-lain) sehingga mendapatkan pengakuan dalam rangka kegiatan
sertifikasi Pengawasan oleh intansi ketenagakerjaan pada Pem.Prov,
Pem.Kab/Kota
SMK 3 Dibuktikan dengan Audit
Unsur Audit SMK3 ( 12 elemen )
1. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen
2. Strategi pendokumentasian
3. Peninjauan ulang desain dan kontrak
4. Pengendalian dokumen
5. Pembelian
6. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3
7. Standar pemantauan
8. Pelaporan dan perbaikan kekurangan
9. Pengelolaan material dan pemindahannya
10. Pengumpulan dan penggunaan data
11. Pemeriksaan sistem manajemen
12. Pengembangan ketrampilan dan kemampuan
Adapun jenis-jenis audit:
1.
First party-audit, audit yang dilakukan atas nama perusahaan sendiri
untuk kegiatan manajemen review atau kebutuhan internal lainnya.
2.
Second part- audit, audit yang dilakukan oleh pihak yang memiliki
kepentingan terhadap organusasi. Misalnya ; pelanggan / klien.
3. Third party-audit, dilakukan oleh pihak eksternal missal oleh badan sertifikasi nasional.
Skema I
Badan Audit
Pengusaha
Indicator
dari pelaksanaan K3 yang baik adalah perusahaan tersebut telah di audit
dan hasilnya bagus yang telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
Sertifikasi Audit SMK3
Sertifikasi
SMK3 adalah bukti pengakuan tingkat pemenuhan penerapan peraturan
perundangan SMK3. Proses sertifikasi SMK3 suatu perusahaan.
Lampiran IV Permenaker No.05 tahun 1996 tentang SMK3 Eksternal (3 tahun sekali) Internal Wajib
Bagi perusahaan :
-Mempekerjakan
Pekerja/buruh lebih dari 100 orang - <100 orang dengan tingkat
resiko bahaya tinggi dilakukan oleh Badan Audit Independen melalui
proses audit SMK3. Berikut merupakan mekanisme sertifikasi audit SMK 3 :
• Inventarisasi daftar perusahaan oleh Depnaker
• Depnaker mengkofirmasikan perusahaan yang diaudit ke Badan Audit
• Penentuan jadwal audit oleh Badan Audit
• Konfirmasi pelaksanaan audit ke Depnaker dan perusahaan
• Pelaksanaan audit kesesuaian oleh Badan Audit
• Evaluasi dan analisa hasil audit oleh Badan Audit
• Konfirmasi hasil audit ke Depnaker dan perusahaan oleh Badan Audit
• Pemberian sertifikat oleh Depnaker
Walaupun
begitu, pada kenyataannya terdapat pelanggaran mekanisme sertifikasi
audit SMK3 yang akan dibahas pada bab selanjutnya. 3.
Keuntungan pelaksanaan SMK3
Data
dari OSHA (Occupational Safety and Health Administration) menyatakan
bahwa kalangan usahawan mengeluarkan dana $170 juta pertahun akibat
kecelakaan dan sakit akibat kerja. Pengeluaran tersebut dikeluarkan
langsung daru keuntungan perusahaan. Perusahaan yang menerapkan SMK3
dapat mengurangi kecelakaan dan sakit akibat kerja sebanyak 20% - 40%
dan mendapat keuntungan sebesar $ 4 dari setiap $ 1 yang diinvestasikan.
Berikut merupakan keuntungan menerapkan K3 :
Keuntungan yang Tangible (terasa langsung)
Keuntungan yang Intangible (tidak terasa langsung)
Penerapan K3 dapat menghemat uang perusahaan melalui :
. Premi asuransi
. Pengeluaran akibat biaya perkara pengadilan dan pertanggung-jawaban.
. Kompensasi karyawan
. Biaya akibat terhambatnya proses produksi
. Peningkatan moralitas karyawan
. Penurunan angka absensi
. Penurunan waktu ‘menganggur’ peralatan
. Meningkatkan nilai saham perusahaan.
. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja merasa aman dalam bekerja.
Penerapan K3 dapat meningkatkan keuntungan secara tidak langsung dengan cara :
.
Penerapan K3 akan membangun kepercayaan para pemegang saham dan
meningkatkan trans-paransi fungsi-fungsi perusahaan, mengurangi
ketidakkonsistenan.
. Para investor mengenali kwalitas suatu perusahaan sehingga para investor tidak ragu untuk menanamkan modalnya.
.
Pelaksanaan K3 mulai mendapat perhatian lebih luas di kalangan
masyarakat, LSM, Pemerintah, karyawan, rekan bisnis, dan lain-lain
sehingga perusahaan yang melaksanakan K3 mendapatkan pencitraan yang
baik.
. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan.
. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat umur alat semakin lama.
Keamanan Bekerja Berdasarkan Sistem Manajemen K3
Sistem Kerja
a.
Petugas yang berkompeten telah mengidentifikasi bahaya yang potensial
dan telah menilai resiko-resiko yang timbul dari suatu proses kerja.
b. Apabila upaya pengendalian resiko diperlukan maka upaya tersebut ditetapkan melalui tingkat pengendalian.
c.
Terdapat prosedur kerja yang didokumentasikan dan jika diperlukan
diterapkan suatu sistem “ijin kerja” untuk tugas-tugas yang beresiko
tinggi.
d. Prosedur atau petunjuk kerja untuk mengelola secara aman seluruh resiko yang teridentifikasi didokumentasikan.
e.
Kepatuhan dengan peraturan, standar dan ketentuan pelaksanaan
diperhatikan pada saat pengembangan atau melakukan modifikasi prosedur
atau petunjuk kerja.
f.
Prosedur kerja dan instruksi kerja dibuat oleh petugas yang berkompeten
dengan masukan dari kerja yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas dan
prosedur disahkan oleh pejabat yang ditunjuk.
g. Alat pelindung diri disediakan bila diperlukan dan digunakan secara benar serta dipelihara selalu dalam kondisi layak pakai.
h.
Alat pelindung diri yang digunakan dipastikan telah dinyatakan baik dan
dipakai sesuai dengan standar dan atau peraturan perundangan yang
berlaku.
i. Upaya pengendalian resiko ditinjau ulang apabila terjadi perubahan pada proses kerja.
Emergensi
Respons / Tanggap Darurat128 Kecelakaan yang disebabkan faktor alam,
teknis atau manusia dapat berakibat fatal dan berubah menjadi bencana
yang dapat mengganggu dan menghambat kegiatan pola kehidupan masyarakat
atau jalannya operasi perusahaan dan dapat mendatangkan kerugian harta
benda atau korban manusia.
Bila bencana terjadi dan keadaan
menjadi emergency, maka perlu ditanggulangi secara terencana,
sistematis, cepat, tepat dan selamat. Untuk telaksananya penanggulangan
dimaksud perlu dibentuk Tim Tanggap Darurat yang trampil dan terlatih,
dilengkapi sarana dan prasarana yang baik serta sistem dan prosedur yang
jelas.
Tim tersebut perlu mendapatkan pelatihan baik teori atau
praktek paling sedikit enam bulan sekali. Bagusnya kinerja Tim Tanggap
Darurat akan sangat menentukan berhasilnya pelaksanaan Penanggulangan
Keadaan Emergency.
Dan akhirnya tujuan mengurangi kerugian
seminimal mungkin baik harta benda atau korban manusia akibat keadaan
emergency akan dapat dicapai.
Rencana
darurat merupakan suatu rencana formal tertulis, yang berdasarkan pada
potensi kecelakaan yang dpt terjadi di instalasi &
konsekuensi-konsekuensinya yang dapat dirasakan di dalam dan di luar
tempat kerja serta bagaimana hrs ditangani Perencanaan darurat harus
diperlakukan oleh para pejabat yang berwenang, pengelola pabrik &
pejabat setempat sebagai unsur yang penting dari sistem pengendalian
bahaya besar. Perencanaan darurat harus mencakup penanganan keadaan
darurat di dalam dan di luar pabrik maupun kantor.
Management
tanggap darurat termasuk semua aktivitas, langkah-langkah yang
dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi dampak bencana. Kesiapsiagaan
menghadapi bencana. Tanggap menghadapi bencana Dan pemulihan setelah
terjadi bencana. Agar manusia selamat dan harta benda terlindungi.
Tujuan
management perusahaan mengurangi dampak bahaya yang ditimbulkan.
Menyiapkan langkah-langkah penyelamatan untuk melindungi manusia (
Karyawan dan Masyarakat sekitar ) dan harta benda.
Tanggap saat
menghadapi emergency dan menyediakan fasilitas yang diperlukan.
Menerapkan sistem pemulihan agar komunitas menjadi normal setelah
terjadi bencana.
Langkah-langkah penyusunan tanggap darurat :
•
Mitigation (Mitigasi ) : Kajian awal yang dilakukan untuk mengeliminasi
atau menurunkan Derajat Resiko jangka panjang terhadap Manusia atau
harta Benda yang diakibatkan oleh Bencana.
•
Preparedness (Kesiapsiagaan) : Kegiatan yang dilakukan lebih lanjut
berdasarkan Hasil Mitigasi, yang mencakup Pengembangan Kemampuan
Personil, Penyiapan Prasarana, Fasilitas dan Sistem bila terjadi keadaan
Emergency.
• Response
(Kesigapan) : Kemampuan penanggulangan saat terjadi keadaan
krisis/bencana yang terencana, cepat, tepat dan selamat (termasuk tanda
bahaya, evakuasi, SAR, pemadaman kebakaran. dll).
•
Recovery (Pemulihan) : Kegiatan jangka pendek untuk meulihkan kebutuhan
pokok minimum kehidupan masrarakat yang terkena bencana, dan jangka
panjang mengembalikan kehidupan secara normal.
Sumber-Sumber Bencana :
• Alam, contohnya gunung api meletus, angin taufan, banjir / air bah, gempa bumi , tanah longsor dan sejenisnya.
•
Manusia, contohnya : human error, penebangan hutan, sabotage,
pemogokan, peperangan, membuang sampah di sungai, membakar sampah/ hutan
sembarangan
Kerugian Akibat Terjadinya Bencana Physik
•
Metriil, Korban jiwa (mati atau menderita) Korban harta benda dan
sarana / materiil untuk kehidupan masyarakat atau sarana produksi bagi
kegiatan industri.
• Non
Materiil, terganggunya struktur kegiatan rutin produksi bagi suatu
industri atau kegiatan sosial bagi masyarakat. Terganggunya kondisi
ekonomi.
Berikut merupakan susunan organisasi tanggap darurat kecelakaan industri minimun beserta fungsi masing-masing, meliputi :
Ketua :
• Mengkoordinir penanggulangan bencana di Unit Kerjanya (pabrik, kantor)
• Memberikan keputusan pemberhentian Pabrik/Instalasi.
• Melaporkan kejadian ke Managemen.
• Merencanakan perbaikan akibat bencana.
Koordinator Operasional :
• Memimpin langsung pelaksanaan pertolongan pertama pada suatu kejadian bencana.
• Memerintahkan penutupan sumber-sumber aliran yang dapat memperluas/memperbesar bencana
• Memerintahkan beroperasi kepada seluruh Satgas dengan memberikan kode-kode bencana yang berlaku.
Satgas Komunikasi :
• Menghubungi Executive Group.
• Membunyikan tanda bahaya sesuai perintah koordinator Operasional.
• Merawat dan memelihara sistem komunikasi yang tersedia di lokasi Pabrik/Perkantoran.
Satgas Pemadam Kebakaran :
• Memadamkan kebakaran dengan alat pemadam kebakaran yang tersedia.
• Bertanggung jawab terhadap keamanan dan kesiap siagaan alat-alat pemadam kebakaran yang disediakan.
• Perusahaan/Dinas Pemadam Kebakaran untuk ditempatkan sesuai dengan fungsinya.
Satgas Pengamanan :
• Melarang setiap orang yang tidak berkepentingan masuk ke lokasi Bencana sebelum datangnya Anggota Satpam/Polri.
•
Melaksanakan pengamanan area dan jalur jalan masuk/keluar untu
kelancarkeluar/masuknya mobil Unit Damkar, Ambulance dan Tim Evakuasi.
Satgas Evakuasi :
• Mengusahakan pemindahan korban dari area bencana ke lokasi aman Sebelum Tim TKTD tiba di lokasi bencana.
• Melarang orang yang telah dievakuasi yang akan kembali kelokasi bencana sebelum dinyatakan aman.
Satgas SAR :
• Mencari dan melaksanakan pertolongan/ penyelamatan korban dari area bencana dan membawa ke tempat aman (Shelter).
• Mengamankan dokumen penting dan barang-barang berharga.
Satgas Medis:
• Mengusahakan pertolongan pertama jika ada korban dengan teknik/sistem P3K.
• Memelihara peralatan P3K yang diusahakan oleh Perusahaan.
Satgas Infentarisasi :
• Menginventarisasi kerugian akibat bencana.
• Menghitung jumlah orang/karyawan yang dievakuasi baik yang selamat atau menjadi korban bencana.
• Membuat laporan kepada Koordinator Operasional.
Satgas Pemulihan/perbaikan :
• Melaksanakan perbaikan setelah kejadian bencana.
• Melaksanakan pemeliharaan kelancaran saluran air, kelancaran jalan untuk lalu lintas dan sejenisnya.
• Mengupayakan pencegahan adanya bahaya susulan yang dapat mengancam keselamatan maupun maupun menghambat proses produksi.
• Melakukan pemulihan kondisi lingkungan yang terkena bencana, termasuk pelestarian lingkungan.
Pengawasan dan Pengendalian Tanggap Darurat130 Pos komando pusat, berfungsi :
1.
Pos komando sebaiknya ditempatkan di area yang mudah diakses ke lokasi
yang potensial terjadinya bencana dan dibangun anti radioaktif dan aman.
2. Dilengkapi fasilitas yang disesuaikan sebagai suatu unit komando.
Kewenangan
tim sebaiknya diatur dengan peraturan perusahaan, karena kemungkinan
bila keadaan emergency akan memobilisasi fasilitas perusahaan, umum dan
pribadi yang ada di area industri. Ukuran keberhasilan tanggap darurat
ditentukan oleh :
1. Manusia
: Dibentuk tim terdiri dari bagian yang terkait, dan dipimpin oleh
pimpinan tertinggi perusahaan setempat (diberi pelatihan teori dan
praktek menghadapi emergency, untuk meyakinkan bahwa tim memiliki
kecepatan,ketepatan dan kesiapsiagaan yang tinggi).
2. Perangkat keras
: Seperangkat alat bantu, seperti peta evakuasi, petunjuk arah, alat
pelindung diri, alat komunikasi, shelter dan peralatan lain
(kesempurnaan alat bantu menentukan cepat dan lambatnya antisipasi
terhadap emergency).
3. Perangkat lunak
:Interaksi faktor manusia dan perngkat keras dapat terjalin dengan baik
dan sinergis bila dilengkapi perangkat lunak yang tepat (perangkat
lunak : sisdur, pemberian nomor telepon, tatacara pemeberitahuan bila
ada bencana, dll. Agar selalu up to date, perangkat lunak harus selalu
diperiksa dan disempurnakan secara periodic).
Pengawasan SMK3 oleh Perusahaan
131 Permenaker No.05/MEN/1996, Lampiran Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Op.Cit
a.
Dilakukan pengawasan untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan dilaksanakan
dengan aman dan mengikuti setiap prosedur dan petunjuk kerja yang telah
ditentukan.
b. Setiap orang diawasi dengan tingkat kemampuan mereka dan tingkat resiko tugas.
c. Pengawas ikut serta dalam identifikasi bahaya dan membuat upaya pengendalian.
d.
Pengawas diikutsertakan dalam pelaporan dan penyediaan penyakit akibat
kerja dan kecelakaan, dan wajib menyerahkan laporan dan saran-saran
kepada pengurus.
e. Pengawas ikut serta dalam proses konsultasi.
Kekurangan yang ada pada SMK3 dibandingkan dengan Manajemen K3 Lainnya
Kekurangan
yang paling dasar adalah peraturan pendukung mengenai K3 yang masih
terbatas dibandingkan dengan organisasi internasional.
Tapi hal
ini masih dapat dimaklumi karena masalah yang sama juga dirasakan oleh
negara-negara di Asia dibandingkan negara Eropa atau Amerika, karena
memang masih dalam tahap awal. Selain itu sertifikasi SMK3 yang hanya
dapat dikeluarkan oleh Menteri Tenaga Kerja (Pemerintah) dirasakan
kurang membantu promosi terhadap SMK3 dibandingkan dengan sertifikasi
ISO series, OHSAS, KOHSA (korea), yang juga menggunakan badan
sertifikasi swasta.
Dan yang utamatentunya adalah peran aktif dari
pengusaha Indonesia yang masih belum mengutamakan K3 di Industrinya
karena masalah klasik yaitu cost (biaya).132 C. Produktivitas Kerja
Menurut Beberapa Teori
Jika
membicarakan masalah produktivitas muncullah satu situasi yang paradoks,
karena belum ada kesepakatan umum tentang pengertian produktivitas
serta kriterianya dalam mengukur tingkat produktivitas. Dan tak ada
konsepsi, metode penerapan maupun cara pengukuran yang bebas dari
kritik.
Produktivitas juga
diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi barang-barang
atau jasa-jasa : “ produktivitas menjelaskan cara pemanfaatan secara
baik terhadap sumber-sumber dalam memproduksi barang”. L.Greenberg
mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas
pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode
tersebut. Produktivitas juga diartikan sebagai :
1. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil
2. Perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satuan unit umum.
Sesuai
dengan Laporan I Dewan Produktivitas Nasional RI 1983, pengertian
produktivitas adalah sebagai berikut : “ - Produktivitas mengandung
pengertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu
kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih
baik dari hari ini.
- Secara
umum ‘produktivitas’ mengandung pengertian perbandingan antara hasil
yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang dipergunakan.
-
Produksi dan produktivitas merupakan dua pengertian yang berbeda.
Peningkatan produksi menunjukkan pertambahan jumlah hasil yang dicapai,
sedangkan peningkatan ‘produktivitas’ mengandung pengertian pertambahan
hasil dan perbaikan cara pencapaian produksi tersebut.
Peningkatan
produksi tidak selalu disebabkan oleh peningkatan produktivitas, karena
produksi dapat meningkat walaupun produktivitas tetap ataupun menurun.
- Peningkatan produktivitas dapat dilihat dalam tiga bentuk :
. Jumlah produksi meningkat dengan menggunakan sumber daya yang sama.
. Jumlah produksi yang sama atau meningkat dicapai dengan menggunakan sumber daya yang kurang.
. Jumlah produksi yang jauh lebih besar diperoleh dengan pertambahan sumber daya yang relative lebih kecil.
-
sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses peningkatan
produktivitas, karena alat produksi dan reknologi pada hakikatnya
merupakan hasil karya manusia.
-
Produktivitas tenaga kerja mengandung pengertian perbandingan antara
hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu.
-
Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang
berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor-faktor
lainnya, seperti : pendidikan, ketrampilan, disiplin, sikap dan etika
kerja, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan
social, lingkungan dan iklim kerja, hubungan industrial pancasila,
teknologi, sarana produksi, manajemen, kesempatan kerja dan kesempatan
berprestasi.
- Peningkatan
produktivitas tenaga kerja merupakan pembaharuan pandangan hidup dan
cultural dengan sikap mental memuliakan kerja serta perluasan upaya
untuk meningkatkan mutu kehidupan masyarakat. “
Dalam
berbagai referensi terdapat banyak sekali pengertian mengenai
Produktivitas, yang dapat kita kelompokkan menjadi tiga yaitu : Pertama
rumusan tradisional bagi keseluruhan Produktivitas tidak lain adalah
rasio daripada apa yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan
peralatan produksi yang dipergunakan (input). Kedua Produktivitas pada
dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa
mutu kehidupan hari ini lebih baik dari pada kemarin, dan hari esok
harus lebih baik dari hari ini. Ketiga Produktivitas merupakan interksi
terpadu secara serasi dari tiga factor esensial, yakni investasi
termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta riset, manajemen dan
tenaga kerja
Piagam produktivitas Oslo 1984 mengemukakan konsep produktivitas sebagai berikut :
1.
Produktivitas adalah konsep universal, dimaksudkan untuk menyediakan
semakin banyak barang dan jasa untuk kebutuhan semakin banyak orang
dengan menggunakan semakin sedikit sumber daya.
2.
Produktivitas didasarkan pada pendekatan multi disiplin yang secara
efektif merumuskan tujuan, rencana pengembangan, dan pelaksanaan
cara-cara produktif dengan menggunakan sumber-sumber daya secara efisien
namun tetap menjaga kualitas.
3.
Produktivitas secara terpadu melibatkan semua usaha manusia dengan
menggunakan keterampilan, modal, teknologi, manajemen, informasi,
enerji, dan sumber-sumber daya lainnya untuk perbaikan mutu kehidupan
yang baik bagi seluruh manusia, melalui pendekatan konsep produktivitas
secara menyeluruh.
4.
Produktivitas di masing-masing Negara, sesuai dengan kondisi, potensi
dan kekurangan serta harapan-harapan yang dimiliki oleh Negara yang
bersangkutan dalam jangka pendek dan jangka panjang, namun masing-masing
Negara mempunyai kesamaan dalam pelaksanaan, pendidikan, pelayanan
masyarakat, dan komunikasi.
5.
Produktivitas lebih dari sekedar ilmu (science), teknologi dan
teknik-teknik manajemen, akan tetapi juga mengandung filosofi dan sikap
yang didasarkan pada motivasi yang kuat untuk secara terus menerus
berusaha mencapai mutu kehidupan yang lebih baik.
Produktivitas
dapat didefenisikan sebagai produksi yang diciptakan oleh seorang
pekerja pada suatu waktu tertentu. Kenaikan produktivitas disebabkan
oleh beberapa factor, yang terpenting adalah :137
a.
Kemajuan Teknologi Memproduksi. Kemajuan teknologi menimbulkan dua
akibat penting kepada kegiatan produksi dan produktivitas. Pertama
memungkinkan penggantian kegiatan ekonomi dari yang menggunakan binatang
dan manusia menjadi mesin. Penggantian ini menyebabkan meningkatnya
produktivitas. Kedua kemajuan teknologi memperbaiki mutu dalam kegiatan
produksi. Untuk dapat tetap bersaing dengan perusahaan lain maka
perusahaan selalu berinovasi dan salah satu tujuannya adalah untuk
memperbaiki efisiensi.
b.
Perbaikan Sifat-sifat Tenaga Kerja. Kemajuan ekonomi mempertinggi taraf
kesehatan masyarakat, mempertinggi taraf pendidikan dan latihan teknik,
dan menambah pengalaman dalam pekerjaan. Factor-faktor ini besar sekali
peranannya dalam mempertinggi produktivitas tenaga kerja. Berdasarkan
pada efek dari perbaikan taraf kesehatan, taraf pendidikan, dan taraf
ketrampilan ke atas kegiatan memproduksi, pengeluaran pemerintah dalam
bidang tersebut dinamakan investasi atas modal manusia.
c.
Perbaikan Dalam Organisasi Perusahaan dan Masyarakat. Produktivitas
juga telah menjadi bertambah tinggi sebagi akibat langkah-langkah
pemerintah memperbaiki infrastruktur seperti jaringan jalan raya,
pelabuhan dan telekomunikasi. Dan memperbaiki peraturan-peraturan