Pengertian Program K3 Safety Engineer

Keselamatan dan kesehatan kerja dewasa ini merupakan istilah yang sangat
populer. Bahkan di dalam dunia industri istilah tersebut lebih dikenal dengan singkatan
K3 yang artinya keselamatan, dan kesehatan kerja. Menurut Milyandra (2009) Istilah
‘keselamatan dan kesehatan kerja’, dapat dipandang mempunyai dua sisi pengertian.
Pengertian yang pertama mengandung arti sebagai suatu pendekatan ilmiah (scientific
approach) dan disisi lain mempunyai pengertian sebagai suatu terapan atau suatu
program yang mempunyai tujuan tertentu. Karena itu keselamatan dan kesehatan kerja
dapat digolongkan sebagai suatu ilmu terapan (applied science).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan
ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko
(risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya yang
mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah
suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko
kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi.( Rijanto, 2010)
2.1 Pengertian Keselamatan Kerja
Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ‘safety’ dan biasanya selalu
dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau
nyaris celaka (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan
keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan
pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinya kecelakaan (Syaaf, 2007).
Menurut Bennett N.B. Silalahi dan Rumondang (1991:22 dan 139) menyatakan
keselamatan merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak

selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan sedangkan kesehatan kerja yaitu
terhindarnya dari penyakit yang mungkin akan timbul setelah memulai pekerjaannya.
Sedangkan pendapat Leon C Meggison yang dikutip oleh Prabu Mangkunegara
(2000:161) bahwa istilah keselamatan mencakup kedua istilah yaitu resiko keseamatan
dan resiko kesehatan. Dalam kepegawaian, kedua istilah tersebut dibedakan, yaitu
Keselamatan kerja menunjukan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan,
kerusakan atau kerugian ditempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari
lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong,
luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan, dan pendengaran.
Semua itu sering dihubungan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan
mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan latihan.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keselamatan adalah suatu usaha
untuk mencegah terjadinya kecelakaan sehingga manusia dapat merasakan kondisi yang
aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian terutama untuk para pekerja
konstruksi. Agar kondisi ini tercapai di tempat kerja maka diperlukan adanya
keselamatan kerja.
Keselamatan kerja secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga
kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari
segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Purnama,
2010).
Keselamatan kerja adalah faktor yang sangat penting agar suatu proyek dapat
berjalan dengan lancar. Dengan situasi yang aman dan selamat, para pekerja akan bekerja
secara maksimal dan semangat.Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang
bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan di tempat kerja yang mencakup tentang
kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja
(Simanjuntak, 1994).
Menurut Suma’mur pada tahun 1993 keselamatan kerja adalah keselamatan yang
bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan
tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Kemudian pada
tahun 2001 Suma’mur memperbaharui pengertian dari keselamatan kerja yaitu rangkaian
usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang
bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Pengertian di atas hampir sama dengan pengertian yang dikemukakan oleh
Mangkunegara (2002), bahwa secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai
ilmu dan penerapannya yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan
proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara melakukan
pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga kerja dan aset perusahaan agar terhindar
dari kecelakaan dan kerugian lainnya. Keselamatan kerja juga meliputi penyediaan Alat
Pelindung Diri (APD), perawatan mesin dan pengaturan jam kerja yang manusiawi.
Slamet (2012) juga mendefinisikan tentang keselamatan kerja. Keselamatan kerja
dapat diartikan sebagai keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan.
Dengan kata lain keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan
selama bekerja, karena tidak yang menginginkan terjadinya kecelakaan di dunia ini.
Keselamatan kerja sangat bergantung .pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana
pekerjaan itu dilaksanakan.
Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
a) Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja
b) Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.
c) Teliti dalam bekerja
d)Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan
kerja.
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja seperti
pernyataan Jackson (1999) bahwa keselamatan adalah merujuk pada perlindungan
terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan.
2.2 Kesehatan Kerja
Selain faktor keselamatan , hal penting yang juga harus diperhatikan oleh
manusia pada umumnya dan para pekerja konstruksi khususnya adalah faktor kesehatan.
Kesehatan berasal dari bahasa Inggris ‘health’, yang dewasa ini tidak hanya berarti
terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat
secara fisik, mental dan juga sehat secara sosial. Dengan demikian pengertian sehat
secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera (well-being). Kesehatan sebagai suatu
pendekatan keilmuan maupun pendekatan praktis juga berupaya mempelajari faktorfaktor
yang dapat menyebabkan manusia menderita sakit dan sekaligus berupaya untuk
mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar manusia tidak
menderita sakit, bahkan menjadi lebih sehat (Mily, 2009).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 menyebutkan bahwa
pengertian kesehatan adalah sebagai “suatu keadaan fisik, mental, dan sosial
kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan”. Pada tahun 1986,
WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan bahwa pengertian
kesehatan adalah “sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup.
Kesehatan adalah konsep positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta
kemampuan fisik.
Menurut Undang- Undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang –
Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa, sosial dan mental yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Pada dasarnya kesehatan itu meliputi empat aspek,
antara lain :
1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh
sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak
sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami
gangguan.
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran,
emosional, dan spiritual.
a. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
b. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih
dan sebagainya.
c. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain, sehat spiritual
adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.
3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan
dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras,
suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan
sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif,
dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat
menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial.
Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut
(pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu,
bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial,
yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti,
misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial,
keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.
Menurut Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I pasal 2,
Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial,
dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.
Selain pendapat diatas, ada beberapa ahli yang mendefinisikan tentang kesehatan
yaitu Parkins (1938) mendefinisikan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan seimbang
yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan berbagai faktor yang berusaha
mempengaruhinya. Hal yang sama diutarakan oleh sedangkan Pepkin’s (1978)
menguraikan bahwa sehat adalah suatu keadaan keseimbangan yang dinamis antara
bentuk tubuh dan fungsi yang dapat mengadakan penyesuaian, sehingga dapat mengatasi
gangguan dari luar. Sedangkan menurut White (1977) menjelaskan bahwa sehat adalah
suatu keadaan dimana seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan apapun
atau tidak ada tanda – tanda suatu penyakit dan kelainan.
Kondisi kesehatan pekerja haruslah menjadi perhatain karena pekerja adalah
penggerak atau aset perusahaan konstruksi. Jadi kondisi fisik harus maksimal dan sehat
agar tidak mengganggu proses kerja seperti pernyataan ILO/WHO (1995) bahwa
kesehatan kerja adalah suatu upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat
kesejahtaraan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua
jabatan, pencegahan penyimpangan kesehatan diantara pekerja yang disebabkan oleh
kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor
yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologi; dan
diringkaskan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada
jabatannya.
Suma’mur (1976) memberikan definisi kesehatan kerja sebagai : “Spesialisasi
dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar
pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi- tingginya, baik fisik
atau mental maupun sosial dengan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan
dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum”.
Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat
pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun
sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan
kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit
umum.
Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja tidak
hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit. Menurut Undang-Undang
Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, Bab I pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai
kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan kemasyarakatan (Slamet, 2012).
Mia (2011) menyatakan bahwa kesehatan kerja disamping mempelajari faktorfaktor
pada pekerjaan yang dapat mengakibatkan manusia menderita penyakit akibat
kerja (occupational disease) maupun penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya
(work-related disease) juga berupaya untuk mengembangkan berbagai cara atau
pendekatan untuk pencegahannya, bahkan berupaya juga dalam meningkatkan kesehatan
(health promotion) pada manusia pekerja tersebut.
2.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah suatu kondisi kerja yang terbebas dari ancaman bahaya yang mengganggu proses
aktivitas dan mengakibatkan terjadinya cedera, penyakit, kerusakan harta benda, serta
gangguan lingkungan. OHSAS 18001:2007 mendefinisikan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi
keselamatan dan kesehatan pekerja (termasuk pekerja kontrak dan kontraktor), tamu atau
orang lain di tempat kerja. Dari definisi keselamatan dan kesehatan kerja di atas serta
definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan
OHSAS dapat disimpulkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu
program yang menjamin keselamatan dan kesehatan pegawai di tempat kerja.
Mangkunegara (2002) menyatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja
difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia
pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.
Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik
jasa maupun industri .
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan satu upaya pelindungan yang
diajukan kepada semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya. Hal tersebut bertujuan
agar tenaga kerja dan orang lain yang ada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat
dan sehat serta semua sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien
(Suma’mur, 2006).
Menurut Ridley (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000), mengartikan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan
aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan
sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut. Sama halnya dengan Jackson (1999),
menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada kondisikondisi
fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan
kerja yang disediakan oleh perusahaan.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan instrumen yang memproteksi
pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat
kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh
perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan
kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya
(cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang
yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang (Prasetyo,
2009).
Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan
kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Maka menurut Mangkunegara
(2002) tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
selektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan
atau kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
Sedangkan menurut Suma’mur (2006) tujuan dari keselamatan dan kesehatan
kerja yaitu :
1. Agar setiap pekerja mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
baik secara fisik, sosial dan psikologis.
2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
dan seefektif mungkin.
3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan perlindungan kesehatan gizi
pekerja.
5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian dan partisipasi kerja.
6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan
atau kondisi kerja.
7. Agar setiap pekerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
Tujuan dari penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Satria (2008 )
adalah sebagai berikut:
1. Melindungi para pekerja dan orang lain di tempat kerja
2. Menjamin agar setiap sumber produksi dapat dipakai secara aman dan efisien
3. Menjamin proses produksi berjalan lancar.
Sedangkan menurut Rachman (1990) tujuan umum dari K3 adalah menciptakan
tenaga kerja yang sehat dan produktif.
Tujuannya dapat dirinci sebagai berikut :
1. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan
sehat dan selamat.
2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya
hambatan.
2.4 Kecelakaan Kerja
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang
Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan
kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang
dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
Kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang terjadi pada saat seseorang
melakukan pekerjaan. Kecelakaan kerja merupakan peristiwa yang tidak direncanakan
yang disebabkan oleh suatu tindakan yang tidak berhati-hati atau suatu keadaan yang
tidak aman atau kedua-duanya. (Sheddy Nagara, 2008:177-180)
Menurut Silalahi (1995) kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap
perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan
definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang
mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan
unsur penyebab kecelakaan dan mengadakan pengawasan yang ketat.
Foressman (1973) mendefinisikan bahwa kecelakaan kerja adalah terjadinya
suatu kejadian akibat kontak antara ernegi yang berlebihan (agent) secara akut dengan
tubuh yang menyebabkan kerusakan jaringan/organ atau fungsi faali. Sedangkan definisi
yang dikemukakan oleh Frank E. Bird Jr.(1980) kecelakaan adalah suatu kejadian yang
tidak dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan harta benda dan
biasanya terjadi sebagai akibat dari adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi
ambang batas atau struktur.
Salah satu teori tentang penyebab kecelakaan kerja diuraikan oleh Thompkin
(1982) yang disebut dengan teori Domino (domino sequence theory) memberikan
gambaran di dalam teori domino Henirich yang intinya adalah :
1. Luka-luka
disebabkan
kecelakaan
2. Kecelakaan disebabkan
oleh unsafe condition dan
unsafe action

2.5 Proyek Konstruksi
Proyek adalah sebuah kata yang sering digunakan untuk sebuah pekerjaan
didalam sebuah program kegiatan, akan tetapi kata ini mempunyai arti dimana sebuah
pekerjaan besar yang berkemungkinan besar tidak akan terulang kembali pada jangka
waktu tertentu dimasa yang akan dating. Setiap proyek harus memiliki start dan finish
yang jelas, sekumpulan aktivitas yang berurutan diantara dua kejadian itu, berikut adanya
suatu sasaran tertentu. Suatu proyek adalah suatu usaha sementara yang dilaksanakan
untuk menghasilkan suatu produk atau jasa yang unik. Setiap proyek memiliki tanggal
mulai dan selesai yang tertentu. Unik diartikan bahwa produk atau jasa yang dihasilkan
adalah berbeda dari produk atau jasa sejenis lainnya. Tidak ada dua proyek yang 100%
sama (Evha, 2010).
Proyek adalah suatu kegiatan investasi yang menggunakan faktor-faktor produksi
untuk menghasilkan barang dan jasa yang diharapkan dapat memperoleh
keuntungan dalam suatu periode tertentu (Bappenas TA-SRRP, 2003).
Menurut D.I Cleland dan W.R. King (1987), proyek adalah gabungan dari
berbagai sumber daya, yang dihimpun dalam suatu wadah organisasi sementara untuk
mencapai suatu sasaran tertentu. Kegiatan atau tugas yang dilaksanakan pada proyek
berupa pembangunan/perbaikan sarana fasilitas (gedung, jalan, jembatan, bendungan dan
sebagainya) atau bisa juga berupa kegiatan penelitian, pengembangan. Dari pengertian di
atas, maka proyek merupakan kegiatan yang bersifat sementara (waktu terbatas), tidak
berulang, tidak bersifat rutin, mempunyai waktu awal dan waktu akhir, sumber daya
terbatas/tertentu dan dimaksudkan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Pengertian proyek dalam pembahasan ini bidatasi dalam arti proyek konstruksi, yaitu
proyek yang berkaitan dengan bidang konstruksi (pembangunan)
Proyek konstruksi menurut Soetrisno (1985) adalah setiap usaha yang
direncanakan sebelumnya yang memerlukan sejumlah pembiayaan seta penggunaan
masukan lain yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu dan dalam waktu tertentu
juga.
Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang sifatnya hanya dilakukan
satu kali. Pada umumnya proyek konstruksi memiliki jangka waktu yang pendek.
Didalam rangkaian kegiatan proyek kontstruksi tersebut, biasanya terdapat suatu proses
yang berfungsi untuk mengolah sumber daya proyek sehingga dapat menjadi suatu hasil
kegiatan yang menghasilkan sebuah bangunan (Soeharto, 2001).
Sedangkan menurut Gould (2002) mendefinisikan proyek konstruksi sebagai
suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendirikan suatu bangunan yang membutuhkan
sumber daya baik biaya, tenaga kerja, material, dan peralatan. Proyek konstruksi
dilakukan secara detail dan tidak berulang
Dari pengertian dan batasan di atas, maka dapat dijabarkan beberapa karakteristik
proyek sebagai berikut :
1. Waktu proyek terbatas, artinya jangka waktu, waktu mulai (awal proyek dan
waktu finish (akhir proyek) sudah tertentu.
2. Hasilnya tidak berulang, artinya produk suatu proyek hanya sekali, bukan produk
rutin/berulang (Pabrikasi).
3. Mempunyai tahapan kegiatan-kegiatan berbeda-beda, dengan pola di awal
sedikit, berkembang makin banyak, menurun dan berhenti.
4. Intensitas kegiatan-kegiatan (tahapan, perencanaan, tahapan perancangan
dan pelaksanaan).
5. Banyak ragam kegiatan dan memerlukan klasifikasi tenaga beragam pula.
6. Lahan/lokasi proyek tertentu, artinya luasan dan tempat proyek sudah ditetapkan,
tidak dapat sembarang tempat.
7. Spesifikasi proyek tertentu, artinya persyaratan yang berkaitan dengan bahan,
alat, tenaga dan metoda pelaksanaannya yang sudah ditetapkan dan harus
memenuhi prosedur persyaratan tersebut.
Secara umum (garis besar) klasifikasi/jenis proyek konstruksi dapat dibagi
menjadi :
1. Proyek konstruksi bangunan gedung (Building Construction)
Proyek konstruksi bangunan gedung mencakup bangunan gedung perkantoran,
sekolah, pertokoan, rumah sakit, rumah tinggal dan sebagainya. Dari segi biaya
dan teknologi terdiri dari yang berskala rendah, menengah, dan tinggi. Biasanya
perencanaan untuk proyek bangunan gedung lebih lengkap dan detail. Untuk
proyek-proyek pemerintah (di Indonesia) proyek bangunan gedung ini dibawah
pengawasan/pengelolaan DPU sub Dinas Cipta Karya.
2. Proyek bangunan perumahan/pemukiman (Residential Contruction/Real Estate)
Di sini proyek pembangunan perumahan/pemukiman (real estate) dibedakan
denganproyek bangunan gedung secara rinci yang didasarkan pada klase
pembangunannya serempak dengan penyerahan prasarana-prasarana
penunjangnya, jadi memerlukan perencanaan infrastruktur dari perumahan
tersebut (jaringan transfusi, jaringan air, dan fasilitas lainnya). Proyek
pembangunan pemukiman ini dari rumah yang sangat sederhana sampai rumah
mewah, dan rumah susun. Di Indonesia pengawasan di bawah Sub Dinas Cipta
Karya.
3. Proyek konstruksi teknik sipil/proyek
Konstruksi rekayasa berat (Heavy Engineering Construction) umumnya proyek
yang masuk jenis ini adalah proyek-proyek yang bersifat infrastruktur seperti
proyek bendungan, proyek jalan raya, jembatan, terowongan, jalan kereta api,
pelabuhan, dan lain-lain. Jenis proyek ini umumnya berskala besar dan
membutuhkan teknologi tinggi.
4. Proyek konstruksi industri (Industrial Construction)
Proyek konstruksi yang termasuk dalam jenis ini biasanya proyek industri yang
membutuhkan spesifikasi dan persyaratan khusus seperti untuk kilang minyak,
industri berat/industri dasar, pertambangan, nuklir dan sebagainya. Perencanaan
dan pelaksanaannya membutuhkan ketelitian dan keahlian/ teknologi yang
spesifik.
2.6 Peraturan tentang K3 Proyek Konstruksi
Sejak awal tahun 1980-an pemerintah telah mengeluarkan suatu peraturan tentang
keselamatan kerja khusus untuk sektor konstruksi, yaitu Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-01/Men/1980. Peraturan mengenai
keselamatan kerja untuk konstruksi tersebut, walaupun belum pernah diperbaharui sejak
dikeluarkannya lebih dari 20 tahun silam, namun dapat dinilai memadai untuk kondisi
minimal di Indonesia. Hal yang sangat disayangkan adalah pada penerapan peraturan
tersebut di lapangan. Rendahnya kesadaran masyarakat akan masalah keselamatan kerja,
dan rendahnya tingkat penegakan hukum oleh pemerintah, mengakibatkan penerapan
peraturan keselamatan kerja yang masih jauh dari optimal, yang pada akhirnya
menyebabkan masih tingginya angka kecelakaan kerja.

Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga
kerja, yaitu melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai dengan
perkembangan jaman, pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan UU 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan. Undang undang ini mencakup berbagai hal dalam perlindungan
pekerja yaitu upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja, dan termasuk juga
masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur melalui
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan. Peraturan ini mencakup
ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara umum maupun
pada tiap bagian konstruksi bangunan.
Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut,
pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan
Menteri Tenaga Kerja No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986: Pedoman Keselamatan
dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang selanjutnya
disingkat sebagai ”Pedoman K3 Konstruksi” ini merupakan pedoman yang dapat
dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di Indonesia. Pedoman K3 Konstruksi ini
cukup omprehensif, namun terkadang sulit dimengerti karena menggunakan istilahistilah
yang tidak umum digunakan, serta tidak dilengkapi dengan deskripsi/gambar yang
memadai. Kekurangan-kekurangan tersebut tentunya sangat menghambat penerapan
pedoman di lapangan, serta dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan di
antara pihak pelaksana dan pihak pengawas konstruksi.
Dalam rangka terjaminnya keselamatan dan kesehatan kerja pada
penyelenggaraan konstruksi di Indonesia, terdapat pengaturan mengenai K3 yang bersifat
umum dan yang bersifat khusus untuk penyelenggaraan konstruksi yakni:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/Men/1980 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan.
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-05/Men/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
4. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum
masing-masing Nomor Kep.174/MEN/1986 dan 104/KPTS/1986 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
Pada proyek konstruksi , kecelakaan kerja yang terjadi dapat menimbulkan
kerugian terhadap pekerja dan kontraktor, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kecelakaan kerja tersebut dapat disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor manusia, faktor
peralatan, dan faktor lingkungan kerja. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
faktor manusia merupakan faktor paling dominan menjadi penyebab kecelakaan kerja.
Hal ini sering kali disebabkan oleh kurangnya kesadaran pekerja akan pentingnya
keselamatan kerja. Selain itu, faktor peralatan seperti crane ataupun faktor lingkungan
kerja juga dapat menyebabkan kecelakaan kerja jika tidak dikelola dengan benar (Ikmal,
2010).
Tingginya kecelakaan kerja yang banyak terjadi pada proyek konstruksi bisa
menyebabkan dampak secara langsung terhadap perusahaan dan penyedia jasa. Maka
sangatlah penting adanya pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja pada proyek
konstruksi. Dampak yang terjadi berupa kerugian yang akan dialami oleh perusahaan
yang tidak menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja , meskipun sudah dikeluarkan
suatu peraturan perundang – undangan oleh pemerintah akibat kelalaian dalam
pelaksanaan K3.
Menurut Rijanto (2010) bahwa dalam suatu aktivitas / kegiatan biasanya
ditemukan kesulitan – kesulitan untuk mengidentifikasikan bahaya atau kecelakaan kerja
yang mungkin timbul sehingga pada akhirnya juga sulit untuk memprioritaskan tindakan
– tindakan pencegahan dan peralatan yang digunakan. Maka Rijanto membuat sebuah
penilaian (assessment) yaitu tingkat kemungkinan ( Probability ) dan tingkat keparahan
(Hazard effect) yang diakibatkan oleh kecelakaan yang terjadi.
Tabel 1. Tingkat Kemungkinan (Probability)
HIGH Suatu kejadian yang terjadi berulang – ulang (setiap hari, setiap shift) dan
diidentifikasikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan masalah.
Kemungkinannya lebih dari 1 dalam 10 kejadian
MEDIUM Suatu kejadian yang sering terjadi tetapi dengan kekerapan yang lebih
jarang (setiap bulan, kwartal) dan diidentifikasikan sebagai sesuatu yang
dapat menimbulkan masalah. Kemungkinannya 1 dalam 10 sampai dengan
1 sampai 1000 kejadian, kadang – kadang terjadi
LOW Suatu kejadian yang sangat jarang terjadi (setiap tahun atau bahkan
kurang) tetapi tetap diidentifikasikan sebagai sesuatu yang dapat
menimbulkan masalah. Kemungkinannya 1 dalam lebih dari 1000
kejadian.
Sumber : Rijanto, 2010
Kecelakaan kerja pada proyek konstruksi berdampak ekonomis yang cukup
signifikan. Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Di
samping dapat mengakibatkan korban jiwa, biaya-biaya lainnya adalah biaya
pengobatan, kompensasi yang harus diberikan kepada pekerja, premi asuransi, dan
perbaikan fasilitas kerja. Terdapat biaya-biaya tidak langsung yang merupakan akibat
dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup kerugian waktu kerja (pemberhentian
sementara), terganggunya kelancaran pekerjaan (penurunan produktivitas), pengaruh
psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya reputasi perusahaan, denda dari
pemerintah, serta kemungkinan berkurangnya kesempatan usaha (kehilangan pelanggan
pengguna jasa). Tingkat keparahan kecelakaan kerja dapat dilihat dalam tabel berikut :


Tabel 2. Tingkat Keparahan (Hazard Effect)
Sumber : Rijanto, 2010
2. 7 Jenis – jenis kecelakaan kerja
Menurut Purnama (2010) jenis- jenis kecelakaan yang sering terjadi pada proyek
konstruksi adalah sebagai berikut :
1. Jatuh
2. Tertimpa benda jatuh
3. Menginjak, terantuk
4. Terjepit,
5. Gerakan berlebihan
6. Kontak suhu tinggi
7. Kontak aliran listrik
8. Kontak dengan bahan berbahaya/radiasi
Kecelakaan kerja adalah hal yang tidak diinginkan dan diharapkan sehingga dapat
mengacaukan suatu proses aktivitas yang telah diatur, merugikan terhadap manusia, dan
merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Menurut Haris (2008), jenis – jenis
kecelakaan dapat diklasifikasikan seperti diagram berikut :
VERY HIGH
- Fatal banyak
- Kerusakan besar fasilitas > $5000.000
- Pencemaran lingkungan 1000-10.000 bbl cairan
HIGH - Fatal tunggal
- Kerusakan besar fasilitas > $ 500000-$ 5000.000
- Pencemaran lingkungan 100 bbl cairan
MEDIUM - Cacat permanen
- Kerusakan besar fasilitas > $ 100000 - $ 5000.000
- Pencemaran lingkungan 15 -100 bbl cairan
LOW - Cedera ringan
- Kerusakan besar fasilitas > $ 10.000 - $ 100.000
- Pencemaran lingkungan 1-15 bbl cairan
VERY LOW
- Pertolangan pertama ringan
- Kerusakan besar fasilitas > $ 10.000
- Pencemaran lingkungan < 1 bbl cairan

Bentuk kecelakaan yang terjadi pada proyek konstruksi bermacam-macam dan
merupakan dasar dari penggolongan atau pengklasifikasian jenis kecelakaan. Macam–
macam kecelakaan kerja dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis menurut Thomas
(1989) yaitu:
• Terbentur (struck by)
Kecelakaan ini terjadi pada saat seseorang yang tidak diduga ditabrak atau ditampar
sesuatu yang bergerak atau bahan kimia. Contohnya: terkena pukulan palu, ditabrak
kendaraan, benda asing misal material.
• Membentur (struck against)
Kecelakaan yang selalu timbul akibat pekerja yang bergerak terkena ataubersentuhan
dengan beberapa objek atau bahan-bahan kimia.Contohnya: terkena sudut atau bagian
yang tajam, menabrak pipa–pipa.
• Terperangkap (caught in, on, between)
Contoh dari caught in adalah kecelakaan yang akan terjadi bila kakipekerja tersangkut di
antara papan–papan yang patah di lantai. Contohdari caught on adalah kecelakaan yang
timbul bila baju dari pekerja terkena pagar kawat, sedangkan contoh dari caught between
adalahkecelakaan yang terjadi bila lengan atau kaki dari pekerja tersangkut bagian mesin
yang bergerak.
• Jatuh dari ketinggian (fall from above)
Kecelakaan ini banyak terjadi, yaitu jatuh dari tingkat yang lebih tinggike tingkat yang
lebih rendah. Contohnya jatuh dari tangga atau atap.
• Jatuh pada ketinggian yang sama (fall at ground level)
Beberapa kecelakaan yang timbul pada tipe ini seringkali berupa tergelincir, tersandung,
jatuh dari lantai yang sama tingkatnya.
• Pekerjaan yang terlalu berat (over-exertion or strain)
Kecelakaan ini timbul akibat pekerjaan yang terlalu berat yang dilakukan pekerja seperti
mengangkat, menaikkan, menarik benda atau material yang dilakukan di luar batas
kemampuan.
• Terkena aliran listrik (electrical contact)
Luka yang ditimbulkan dari kecelakaan ini terjadi akibat sentuhan anggota badan dengan
alat atau perlengkapan yang mengandung listrik.
• Terbakar (burn)
Kondisi ini terjadi akibat sebuah bagian dari tubuh mengalami kontak dengan percikan,
bunga api, atau dengan zat kima yang panas
2.8 Faktor-faktor penyebab kecelakaan konstruksi
Kasus-kasus kecelakaan yang terjadi di luar negeri umumnya adalah metode
pelaksanaan konstruksi yang kurang tepat mengakibatkan gedung runtuh yang
menewaskan banyak korban.
Sedangkan kasus yang terjadi di Indonesia umumnya terjadi karena lemah nya
pengawasan pada proyek konstruksi. Kurang disiplin nya tenaga kerja dalam mematuhi
ketentuan K3 dan kurang memadainya kuantitas dan kualitas alat perlindungan diri di
proyek konstruksi.
Dari kasus-kasus diatas ada beberapa faktor penyebab terjadinya kecelakaan
kerja konstruksi adalah akibat dari beberapa hal berikut:
1. Tidak dilibatkannya tenaga ahli K3 konstruksi dan penggunaan metode
pelaksanaan yang kurang tepat.
2. Lemahnya pengawasan K3
3. Kurang memadainya kualitas dan kuantitas ketersediaan peralatanpelindung diri
4. Kurang disiplinnya para tenaga kerja dalam mematuhi ketentuan mengenai K3.
Kondisi tersebut mengakibatkan sering terjadi kecelakaan kerja yang pada
umumnya disebabkan oleh kesalahan manusia atau human error baik aspek kompetensi
para pelaksana maupun pemahaman arti penting penyelenggaraan K3.

Hambatan pelaksanaan K3 tersebut antara lain:
1. Terbatasnya persepsi tentang K3
2. Kurang perhatian dan pengawasan
3. Ada anggapan K3 menambah biaya
4. Tanggung jawab K3 hanya pada kontraktor saja
5. Kurang aktifnya perusahaan asuransi terhadap K3.
Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yangmemiliki risiko
kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebabutama kecelakaan kerja pada
proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek
konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi
cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang
tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih.Ditambah dengan
manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah,akibatnya para pekerja bekerja dengan
metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi.
Menurut Arianto (2010 ) penyebab kecelakaan kerja pada proyek konstruksi
dapat ditinjau dari 3 aspek :
1. Manusia
Mengingat semakin meningkatnya persyaratan kerja dan kerumitanhidup,
manusia harus meningkatkan efisiensinya, dengan bantuanperalatan dan
perlengkapan, semakin canggih peralatan yang digunakanmanusia, semakin besar
bahaya yang mengancamnya.Hal-hal yang berpengaruh terhadap tindakan
manusia yang tidakaman (kecerobohan) serta kondisi lingkungan yang berbahaya
dilokasi proyek:
a. Pembawaan diri
b. Persoalan pribadi
c. Usia dan pengalaman kerja
d. Perasaan bebas dalam melaksanakan tugas
e. Keletihan fisik para pekerja
2. Lingkungan dan alat kerja
Lingkungan dan alat kerja. Kondisi lingkungan juga perludiperhatikan dalam
mencegah kecelakaan kerja, terutama yangdisebabkan oleh:
a. Gangguan-gangguan dalam bekerja, misalnya: suara bisingyang
berlebihan yang dapat mengakibatkan terganggunyakonsentrasi pekerja
b. Debu dan material beracun, mengganggu kesehatan kerja,sehingga
menurunkan efektivitas kerja
c. Cuaca (panas, hujan)
3. Peralatan keselamatan kerja
Peralatan keselamatan kerjaBerfungsi untuk mencegah dan melindungi pekerja
dari kemungkinanmendapatkan kecelakaan kerja. Macam-macam dan jenis
peralatankeselamatam kerja dapat berupa:
a. Helm pengaman (safety helmet)
b. Sepatu (safety shoes)
c. Pelindung mata (eye protection)
d. Pelindung telinga (ear plugs)
e. Penutup lubang (hole cover )
Pelaksana proyek harus memperhatikan ketiga faktor tersebut, dimana ketiga
faktor tersebut saling berhubungan satu sama lain.
Menurut Marihot Tua Efendi (2005 : 316) ada beberapa penyebab kecelakaan
kerja yaitu :
1. Faktor manusia
Manusia memiliki keterbatasan diantaranya lelah, lalai, atau melakukan
kesalahan-kesalahan. Yang disebabkan oleh persoalan pribadi atau
keterampilan yang kurang dalam melakukan pekerjaan.
2. Faktor peralatan kerja
Peralatan kerja bisa rusak atau tidak memadai, untuk itu perusahaan
senantiasa harus memperhatikan kelayakan setiap peralatan yang dipakai
dan melatih pegawai untuk memahami peralatan kerja tersebut.
3. Faktor lingkungan
Lingkungan kerja bisa menjadi tempat kerja yang tidak aman, sumpek dan
terlalu penuh, penerangan dan ventilasinya yang tidak memadai.
Selain hal diatas menurut Abdurrahmat Fathoni ( 2006:110 ) penyebab terjadi
kecelakaan yaitu :
1. Berkaitan dengan system kerja yang merupakan penyebab utama dan
kebanyakan kecelakaan yang terjadi pada suatu organisasi. Diantaranya
tempat kerja yang tidak baik, alat atau mesin-mesin yang tidak
mempunyai system pengamanan yang tidak sempurna, kondisi
penerangan yang kurang mendukung, saluran udara yang tidak baik dan
lain-lain.
2. Berkaitan dengan pekerjaannya selaku manusia bisa yang dalam hal
akibat dan sistem kerja, tetapi biasa juga bukan dari kelalaian manusianya
selaku pekerja. Seperti malas, ceroboh, menggunakan peralatan yang tidak
aman dan lain-lain.
Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah
tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan,
misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
a) Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang.
b) Gagal untuk memberi peringatan.
c) Gagal untuk mengamankan.
d) Bekerja dengan kecepatan yang salah.
e) Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi.
f) Memindahkan alat-alat keselamatan.
g) Menggunakan alat yang rusak.
h) Menggunakan alat dengan cara yang salah.
i) Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar
2.9 Aspek Safety Management (Manajemen Keselamatan )
Memiliki Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi
ini, sudah merupakan suatu keharusan untuk sebuah perusahaan dan telah menjadi
peraturan. terutama pada proyek konstruksi. Organisasi Buruh Sedunia (ILO)
menerbitkan panduan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Di Indonesia panduan yang serupa dikenal dengan istilah SMK3, sedang di Amerika
OSHAS 1800-1, 1800-2 dan di Inggris BS 8800 serta di Australia disebut AS/NZ 480-1.
Secara lebih rinci lagi asosiasi di setiap sektor industri di dunia juga menerbitkan
panduan yang serupa seperti misalnya khusus dibidang transportasi udara, industri
minyak dan gas, serta instalasi nuklir dan lain-lain sebagainya. Bahkan dewasa ini
organisasi tidak hanya dituntut untuk memiliki sistim manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang terintegrasi, lebih dari itu organisasi diharapkan memiliki budaya
sehat dan selamat (safety and health culture) dimana setiap anggotanya menampilkan
perilaku aman dan sehat (Milyandra, 2009).
Oleh sebab itu, perusahaan harus melakukan berbagai cara untuk dapat
mewujudkan terlaksananya keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja. Menurut
Abdurrahmat Fathoni (2006:106) seluruh tenaga kerja harus mendapat pendidikan dan
pelatihan serta bimbingan dalam keselamatan dan kesehatan kerja dengan ketentuan yang
dibuat sebagai berikut :
1. Mengeluarkan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan keselamatan
dan kesehatan kerja para pegawai.
2. Menerapkan program kesehatan kerja bagi para pegawai.
3. Menerapkan sistem pencegahan kecelakaan kerja pegawai.
4. Membuat prosedur kerja.
5. Membuat petunjuk teknis tentang pelaksanaan kerja termasuk penggunaan
sarana dan prasarananya.
Menurut Su’mamur (1981) cara pencegahan terjadinya kecelakaan pada proyek
konstruksi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yang antara lain sebagai
berikut :
a. Membuat daftar resiko kecelakaan yang mungkin terjadi disetiap item pekerjaan
misalnya pada pekerjaan galian tanah akan memungkinkan terjadi kelongsoran
tanah, pekerja terkena cangkul, sehingga diketahui upaya pencegahanya seperti
pembuatan tembok sementara dari bamboo untuk menahan tanah serta memasang
rambu-rambu hat-hati pada lokasi galian tanah
b. Melakukan penyuluhan kepada pekerja dengan cara membuat jadwal sebelumnya
seperti waktu pagi hari sebelum bekerja dapat dibunyikan suara speaker “Selamat
bekerja, gunakan alat pelindung diri, hat-hati dalam bekerja karena keluarga
menunggu dirumah atau kata-kata lain yang dapat mengingatkan setiap pekerja
proyek untuk berhati-hati dalam bekerja.
c. Membuat rambu-rambu kecelakaan kerja, memasang pagar pengaman pada void
yang memungkinkan adanya resiko jatuh, memasang tabung pemadam kebakaran
pada area rawan kebakaran.
d. Menjaga kebersihan proyek dapat membuat lingkungan kerja nyaman sehingga
emosi negatif yang mungkin timbul saat bekerja dapat dikurangi karena hal
tersebut dapat menyebabkan kecelakaan proyek akibat pikiran sedang tidak fokus
terhadap pekerjaan.
e. Menjalin kerjasama dengan pelayan kesehatan atau rumah sakit terdekat dari
lokasi proyek sehingga sewaktu-waktu terjadi kecelakaan dapat ditangani secara
cepat untuk mencegah hal-hal selanjutnya yang tidak diinginkan.
f. Penyediaan perangkat pengaman kecelakaan kerja dari mulai personil sampai
peralatan mungkin terlihat mahal namun biaya tersebut akan lebih murah jika
tidak mengadakanya sehingga terjadi kecelakaan sehingga dapat menghentikan
jalannya pekerjaan atau pengalihan aktifitas pekerjaan pada upaya
menyelamatkan korban kecelakaan.
2.9.1 Perlengkapan dan Peralatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1. Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri selanjutnya disebut APD adalah seperangkat alat yang
digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh dan atau sebagian tubuh dari
adanya kemungkinan potensi bahaya dan kecelakaan kerja (Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia NomorPer.08/MEN/VII/2010).
1. Pakaian Kerja
Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia terhadap
pengaruh-pengaruh yang kurang sehat atau yang bisa melukai badan. Mengingat karakter
lokasi proyek konstruksi yang pada umumnya mencerminkan kondisi yang keras maka
selayakya pakaian kerja yang digunakan juga tidak sama dengan pakaian yang dikenakan
oleh karyawan yang bekerja di kantor. Perusahaan yang mengerti betul masalah ini
umumnya menyediakan sebanyak 3 pasang dalam setiap tahunnya.
2. Sepatu Kerja
Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki. Setiap pekerja
konstruksi perlu memakai sepatu dengan sol yang tebal supaya bisa bebas berjalan
dimana-mana tanpa terluka oleh benda-benda tajam atau kemasukan oleh kotoran dari
bagian bawah. Bagian muka sepatu harus cukup keras supaya kaki tidak terluka kalau
tertimpa benda dari atas.
3. Kacamata Kerja
Kacamata pengaman digunakan untuk melidungi mata dari debu kayu, batu, atau
serpih besi yang beterbangan di tiup angin. Mengingat partikel-partikel debu berukuran
sangat kecil yang terkadang tidak terlihat oleh mata. Oleh karenanya mata perlu
diberikan perlindungan. Biasanya pekerjaan yang membutuhkan kacamata adalah
mengelas.
4. Sarung Tangan
Sarung tangan sangat diperlukan untuk beberapa jenis pekerjaan. Tujuan utama
penggunaan sarung tangan adalah melindungi tangan dari benda-benda keras dan tajam
selama menjalankan kegiatannya. Salah satu kegiatan yang memerlukan sarung tangan
adalah mengangkat besi tulangan, kayu. Pekerjaan yang sifatnya berulang seperti
mendorong gerobak cor secara terus-menerus dapat mengakibatkan lecet pada tangan
yang bersentuhan dengan besi pada gerobak.
5. Helm
Helm (helmet) sangat penting digunakan sebagai pelindung kepala, dan sudah
merupakan keharusan bagi setiap pekerja konstruksi untuk menggunakannya dengan
benar sesuai peraturan. Helm ini digunakan untuk melindungi kepala dari bahaya yang
berasal dari atas, misalnya saja ada barang, baik peralatan atau material konstruksi yang
jatuh dari atas. Memang, sering kita lihat kedisiplinan para pekerja untuk
menggunakannya masih rendah yang tentunya dapat membahayakan diri sendiri.

6. Sabuk Pengaman
Sudah selayaknya bagi pekerja yang melaksanakan kegiatannya pada ketinggian
tertentu atau pada posisi yang membahayakan wajib mengenakan tali pengaman atau
safety belt. Fungsi utama tali pengaman ini adalah menjaga seorang pekerja dari
kecelakaan kerja pada saat bekerja, misalnya saja kegiatan erection baja pada bangunan
tower.
7. Penutup Telinga
Alat ini digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi-bunyi yang dikeluarkan
oleh mesin yang memiliki volume suara yang cukup keras dan bising. Terkadang efeknya
buat jangka panjang, bila setiap hari mendengar suara bising tanpa penutup telinga ini.
8. Masker
Pelidung bagi pernapasan sangat diperlukan untuk pekerja konstruksi mengingat
kondisi lokasi proyek itu sediri. Berbagai material konstruksi berukuran besar sampai
sangat kecil yang merupakan sisa dari suatu kegiatan, misalnya serbuk kayu sisa dari
kegiatan memotong, mengamplas, mengerut kayu.
9. Tangga
Tangga merupakan alat untuk memanjat yang umum digunakan. Pemilihan dan
penempatan alat ini untuk mecapai ketinggian tertentu dalam posisi aman harus menjadi
pertimbangan utama.
10. P3K
Apabila terjadi kecelakaan kerja baik yang bersifat ringan ataupun berat pada
pekerja konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan pertama di proyek. Untuk
itu, pelaksana konstruksi wajib menyediakan obat-obatan yang digunakan untuk
pertolongan pertama.
Demikianlah peralatan standar K3 di proyek yang memang harus ada dan
disediakan oleh kontraktor dan harusnya sudah menjadi kewajiban. Tindakan preventif
jauh lebih baik untuk mengurangi resiko kecelakaan.

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor: Per/Men/2006 Tentang Alat Pelindung Diri, ada beberapa tempat yang wajib
menggunakan alat pelindung diri
Tempat kerja yang wajib APD (1)
Peralatan atau instalasi yang berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan,
kebakaran atau peledakan; tempat yang dikelola asbes, debu dan serat berbahaya, api,
asap, gas, kotoran, hembusan angin yang keras,dan panas matahari; dibuat, diolah,
dipakai dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang
dapat meledak, mudah terbakar, korosif, beracun, menimbulkan infeksi , bersuhu tinggi
atau bersuhu sangat rendah; dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan,
pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk
bangunan perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana
dilakukan pekerjaan persiapan; dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan
hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan,
perikanan; dilakukan usaha kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, klinik dan
pelayanan kesehatan kerja;
Tempat kerja yang wajib APD (2)
Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan mineral dan logam, minyak bumi
dan gas alam; dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di darat, laut
dan udara; dikerjakan bongkar muat barang muatan di pelabuhan laut, bandar udara,
terminal, setasiun kereta api atau gudang; dilakukan penyelaman dan pekerjaan lain di
dalam air; dilakukan pekerjaan di ketinggian di atas permukaan tanah; dilakukan
pekerjaan dengan tekanan udara atau suhu di bawah atau di atas normal (ekstrem);
dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena
pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;dilakukan pekerjaan
dalam tangki, sumur atau lubang dan ruang tertutup; dilakukan pembuangan atau
pemusnahan sampah atau limbah; dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagibagikan
atau disalurkan listrik, gas, minyak dan air;
Tempat kerja yang wajib APD (3)
Dilakukan pekerjaan di dekat atau di atas air. Penggunaan alat pelindung diri
merupakan cara terakhir pengendalian bahaya setelah bentuk pengendalian teknis dan
administratif telah dilakukan. Penggunaan alat pelindung diri disesuaikan dengan potensi
bahaya dan jenis pekerjaan. Berdasarkan identifikasi potensi bahaya, pengusaha atau
pengurus menetapkan tempat kerja wajib menggunakan alat pelindung diri.
Lokasi wajib menggunakan alat pelindung diri harus diumumkan tertulis dalam
papan pengumuman di tempat kerja tersebut sehingga dapat dibaca oleh pekerja atau
orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut.
Pegawai pengawas atau Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat
menetapkan tempat-tempat kerja lain yang wajib menggunakan alat pelindung diri.
Kewajiban Penyediaan Alat Pelindung Diri pengurus wajib menyediakan secara cumacuma,
bagi tenaga kerja setiap orang lain yang memasuki tempat kerja. dengan ketentuan
1. Pada pekerja/ buruh yang baru ditempatkan
2. Pelindung diri yang ada telah kadaluarsa
3. Alat pelindung diri telah rusak dan tidak dapat berfungsi dengan baik karena
dipakai bekerja
Ada penetapan dan diwajibkan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan atau
Ahli Keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan. Pemilihan alat pelindung diri wajib
melibatkan wakil pekerja/buruh. Pengurus wajib menyediakan alat pelindung diri dalam
jumlah yang cukup dan sesuai dengan jenis potensi bahaya dan jumlah pekerja/buruh.
2. Slogan-Slogan K3
Pemasangan spanduk yang berisi pesan K3 telah terbukti manfaatnya dalam
usaha untuk mencegah kecelakaan kerjadi lokasi kerja. Rangkaian kata yang
tertera dalam slogan K3 mengingatkan kepada para pekerja yang membacanya. Pekerja
yang melihat spanduk slogan K3 akan tersentuh hatinya untuk menjalankannya seperti
kata yang tertera dalam slogan tersebut
2.9.2 Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
Setiap aktivitas/ proses pekerjaan yang dilakukan di tempat kerja mengandung
resiko untuk terjadinya kecelakaan kerja (ringan sampai dengan berat), berbagai upaya
pencegahan dilakukan supaya kecelakaan tidak terjadi. Selain itu, keterampilan
melakukan tindakan pertolongan pertama tetap diperlukan untuk menghadapi
kemungkinan terjadinya kecelakaan. Oleh karena itu di setiap tempat kerja harus
memiliki petugas P3K (First Aid), atau setidaknya setiap karyawan memiliki
keterampilan dalam melakukan pertolongan pertama ketika terjadi kecelakaan kerja
maupun kegawatan medik (Margaretha, 2010).

Kasus-Kasus Kecelakaan Kerja Dan Pertolongan Pertamanya
Ada beberapa prinsip-prinsip dasar dalam melakukan pertolongan pada penderita
kecelakaan :
1. Jangan pindahkan atau ubah posisi orang yang terluka, terutama bila luka-lukanya
terjadi karena jatuh, jatuh dari ketinggian dengan keras atau kekerasan lain. Pindahkan
atau ubah posisi penderita hanya apabila tindakan anda adalah untuk menyelamatkan dari
bahaya lain.

2. Bertindaklah dengan cepat apabila penderita mengalami pendarahan, kesulitan
bernapas, luka bakar atau kejutan (syok).
3. Jangan berikan cairan apapun kepada penderita yang pingsan atau setengah pingsan.
Cairan dapat memasuki saluran pernapasan dan mengakibatkan kesulitan bernapas bagi
penderita.
4. Jangan berikan alkohol pada penderita yang mengalami luka parah.
Pertolongan pertama yang harus dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan yaitu sebagai berikut :
1. Penderita Syok/Terkejut
Seseorang mengalami syok, wajahnya akan tampak pucat, tubuhnya dingin dan
berkeringat, nafasnya cepat.
Penanganannya :
1. Usahakan untuk membaringkan dan menempatkan kakinya pada posisi yang lebih
tinggi daripada kepala, kecuali apabila terdapat luka di kepalanya.
2. Selimuti tubuhnya agar hangat, tetapi jangan sampai terlalu panas untuknya.
3. Berikan minuman gula kepada penderita apabila penderita dalam keadaan benarbenar
sadar
2. Bahan Kimia Atau Serangga Mengenai Mata
Penanganannya:
1. Baringkan korban dan tuangkan air steril ke dalam matanya untuk menghilangkan
bahan kimianya, kemudian kompreslah dengan kain kasa steril dan segera ke
dokter.
2. Jika serangga yang mengenai mata, ambillah dengan ujung saputangan bersih.
Namun jika masih terasa tidak enak segeralah ke dokter. Jangan sekali-kali
mengusap mata yang terkena bahan kimia atau serangga dengan tangan telanjang
3. Luka Bakar
Penanganannya :
1. Alirkan/siram dengan air biasa/air mengalir ditempat yang terbakar, jika lukanya
masih tahap pertama, hingga rasa sakit hilang.
2. Jika lukanya sudah melepuh, bawa ke rumah sakit.
4. Luka Lecet/Gores/Tersayat
Penanganannya :
Cucilah dengan air dan tutuplah luka dengan plester atau band aid. Namun jika
luka gores/robek terlalu besar, harus segera ditangani dokter.

5. Pendarahan
Penanganannya :
1. Hentikan pendarahan dengan cara menekan luka atau sekitar luka. Tekan terusmenerus.
Jangan melepas tekanan tiap sebentar hanya untuk melihat apakah
pendarahan sudah berhenti.
2. Apabila setelah diberikan tekanan pendarahan masih belum berhenti, mungkin
nadi atau pembuluh darah balik terputus, tekan nadi yang di dekat luka, untuk
menghentikan aliran darah dari jantung ke tempat lain. Segera bawa ke dokter.
6. Patah Tulang
Penanganannya :
1. Jangan mencoba mengangkat atau memindahkan badan korban jika belum mahir
melakukannya.
2. Jika tulang belakang yang patah, korban hanya boleh diusung dengan hati-hati
dalam posisi terbaring di atas alas keras.
3. Untuk patah tulang rahang, angkatlah rahang bawah hingga gigi atas dan bawah
bersatu, lalu diikat dan dibawa ke dokter.
4. Untuk patah tulang tangan atau kaki, gunakan tongkat atau setumpuk Koran guna
menyangga, dan balutlah sebelum memperoleh pertolongan dokter.
7. Terkilir
Penanganannya :
Letakkan bagian tubuh terkilir lebih tinggi dari bagian tubuh lainnya, untuk
mencegah pembengkakan, lalu segera meminta pertolongan ahli atau dokter. Khusus
untuk lutut yang terkilir, segera bawa ke dokter, karena jika ditangani oleh yang kurang
professional, akan berakibat buruk di kemudian hari.
8. Gangguan nafas atau bahkan sampai henti nafas
Untuk mengenal gangguan pada sistem pernapasan digunakan tahap pemeriksaan
dan penanganan sebagai berikut :
1. Penolong mengetahui apakah penderita masih bernapas atau tidak. Tindakan ini
dilakukan dengan cara yang sederhana yaitu LDR (Lihat,Dengar,Rasakan
hembusan nafas korban).
2. Bila sulit bernapas/bahkan tidak bernapas segera cari bantuan/telepon ambulance.
lakukan pemeriksaan jalan napas, apakah terdapat sumbatan atau tidak(pangkal
lidah, muntahan, kotoran dalam mulut.)
3. Tindakan pertolongan pertama yang dilakukan adalah membebaskan jalan napas
dengan menarik lidah ke luar, mengeluarkan benda asing dalam rongga mulut
(gunakan kedua jari)
9. Bila nafas berhenti dan jantung berhenti
Penanganannya :
1. Maka harus dilakukan pemberian pernapasan buatan dari mulut ke mulut
(mouth-to-mouth) dan kompresi dada.
Baringkan penderita dalam posisi terlentang. Buka mulut penderita dengan
cara menguakkan rahangnya. Jaga agar selama dilakukan pernafasan buatan
mulut selalu dalam keadaan terbuka. Tutup lubang hidung penderita. Tiup
mulut penderita dan lepaskan mulut anda dari mulut penderita serta
perhatikan apakah mulut penderita mengeluarkan kembali udara yang anda
tiupkan. Jika tidak, periksa sekali lagi barangkali masih terdapat sesuatu yang
menghalangi pernafasan di dalam mulut penderita. Berikan 2x napas bantuan
2. Pijat Jantung
Lakukan pengurutan/pijat jantung. Letakkan kedua telapak tangan anda dalam
posisi saling bertumpuk di bagian paling bawah dada penderita. Tekan dengan
telapak tangan bawah sedalam kurang lebih 5 cm. Ulangi tekanan. Lakukan
dengan rasio 30:2 (30 kompresi/pijat : 2 tiupan nafas buatan)
Selain itu, bermacam-macam usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
keselamatan kerja diperusahaan-perusahaan atau tempat-tempat kerja, yaitu dengan
membuat dan mengadakan:
1. Peraturan-peraturan, yaitu peraturan perundangan yang berhubungan
dengan syarat-syarat kerja umum, perencanaan, konstruksi, perawatan,
pengawasan, pengujian dan pemakaian peralatan industri, kewajiban
pengusaha dan pekerja, latihan, pengawasan kesehatan kerja, pertolongan
pertama pada kecelakaan (P3K) dan pengujian kecelakaan.
2. Standarisasi : menyusun standar-standar yang bersifat resmi, setengah
resmi atau tidak resmi yang berhubungan dengan konstruksi yang aman
dari peralatan industri, keselamatan dan kesehatan kerja, atau alat-alat
pelindung diri.
3. Pengawasan : pengawasan terhadap pelaksanaan dan peraturan
perundangan yang berlaku
4. Technical research : meliputi hal-hal seperti penyelidikan kandungan dan
karakteristik dari bahan-bahan berbahaya, mempelajari pengamanan mesin,
pengujian respirator, penyelidikan tentang cara pencegahan gas dan debu
yang mudah meledak, menyelidiki bahan dan desain yang cocok untuk
bahan baku yang digunakan.
5. Medical Research : meliputi hal-hal yang khusus mengenai penyelidikan
pengaruh psikologis dan fisiologis dari faktor-faktor lingkungan dan
teknologi serta keadaan fisik yang menjurus kepada kecelakaan.
6. Psychological Research : misalnya penyelidikan mengenai pola-pola
psikologis yang menjurus kepada kecelakaan.
7. Statistic Research : untuk menentukan berbagai macam dari kecelakaan
yang terjadi, jumlah, jenis orang-orangnya, operasinya dan sebabsebabnya.
8. Pendidikan : meliputi pengajaran dan pendidikan keselamatan kerja
sebagai mata pelajaran disekolah-sekolah teknik dan pusat-pusat latihan.
9. Training : misalnya memberikan instruksi atau petunjuk-petunjuk praktek
kepada para pekerja dan pekerja-pekerja yang baru masuk, mengenai hal
keselamatan dan kesehatan kerja.
10. Penerangan : misalnya menanamkan pengertian dan kesadaran
keselamatan dan kesehatan kerja kepada para pekerja dengan cara
pembinaan dan penertiban dan lain-lain.
11. Asuransi : misalnya memberikan insentif keuangan untuk
meningkatkan usaha pencegahan kecelakaan, umpamanya dalam bentuk
pemberian reduksi terhadap premi yang dibayar oleh pihak pengusaha,
apabila ternyata tingkat kecelakaan dalam pabriknya menurun.